Rabu 06 Feb 2019 20:53 WIB

Core: Saham Infrastruktur Tetap Menarik di 2019

Dalam APBN 2019, Pemerintah siapkan anggaran infrastruktur hingga Rp 415 triliun

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pembangunan infrastruktur oleh Kemeterian PUPR
Pembangunan infrastruktur oleh Kemeterian PUPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saham-saham perusahaan infrastruktur disebut bakal tetap menarik pada 2019. Hal ini karena pemerintah masih menjadikannya fokus utama untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.

Peneliti dari Core Indonesia Hendri Saparini menyampaikan infrastruktur tak sekadar beton yang dibangun di atas tanah, melainkan dapat menciptakan kegiatan ekonomi di sekitarnya. Saat ini, Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pembangunan infrastruktur.

Hendri menggambarkan Indonesia sebagai lahan kosong yang masih membutuhkan jalan, pelabuhan, dan lain-lain. Setidaknya ada tiga fungsi terkait infrastruktur, yaitu peningkatan efisiensi, pemerataan, dan penyediaan sarana kebutuhan publik.

Dalam APBN 2019, pemerintah menyiapkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 415 triliun untuk mendukung konektivitas, penyediaan perumahan, dan ketahanan pangan. Target pembangunan infrastruktur tersebut antara lain pembangunan jalan sepanjang 1.837 kilometer dan jembatan sepanjang 37.177 meter. Selain itu, pemerintah akan membangun 16 proyek jalan tol.

Anggaran infrastruktur juga untuk melanjutkan pembangunan bendungan sebanyak 48 unit. Kemudian jalur kereta api sepanjang 394,8 km, menyelesaikan bandara baru di empat lokasi, dan membangun jaringan irigasi sebanyak 170,4 ribu hektare.

Selain berdampak positif terhadap ekonomi nasional dan kebutuhan masyarakat, pembangunan infrastruktur juga bakal menopang pertumbuhan kinerja sejumlah perusahaan di sektor tersebut. Salah satu pemasok bahan baku adalah PT Waskita Beton Precast Tbk yang merupakan produsen beton pracetak (precast) dan beton cair (ready mix) terbesar di Tanah Air.

Direktur Utama Jarot Subana mengatakan kapasitas produksi anak usaha PT Waskita Karya Tbk tersebut mencapai 3,5 juta ton, meningkat 7,7 persen dibandingkan 2017 yang sebanyak 3,25 juta ton. Kapasitas tahun lalu meningkat 32 persen dibandingkan 2016 yang sebanyak 2,65 juta ton. 

Tahun lalu, nilai kontrak baru perusahaan mencapai Rp 6,66 triliun. Adapun total kontrak yang dikelola (order book) senilai Rp 17,34 triliun, termasuk kontrak bawaan (carry over) tahun 2017 sebesar Rp 10,68 triliun.

Sementara itu, pendapatan perseroan hingga kuartal III-2018 sebesar Rp 5,43 triliun, naik 8,3 persen dibandingkan periode sama tahun 2017 yang sebesar Rp 5,01 triliun. Laba bersih naik 7,2 persen menjadi Rp 885 miliar dari Rp 825 miliar. Adapun gearing ratio per kuartal III-2018 sebesar 75,4 persen gross margin 28,7 persen, dan net profit margin 16,3 persen.

"Pada 2019, perseroan menargetkan laba naik sekitar 19 persen dibandingkan 2018. Perusahaan juga menargetkan nilai kontrak baru 2019 sebesar Rp 10,39 triliun, baik dari proyek internal maupun eksternal," kata dia dalam siaran pers.

Perseroan optimistis pendapatan 2019 mencapai Rp 9,37 triliun dan laba bersih Rp 1,31 triliun. Sementara anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) tahun ini sebesar Rp 922,96 miliar.

Direktur Keuangan Anton YT Nugroho mengatakan pada 2018, arus kas dari operasional perusahaan surplus. Penerimaan termin yang masuk sampai November sebesar Rp 9,6 triliun, lalu kami terima lagi termasuk dari proyek lainnya sebesar Rp 1,8 triliun pada akhir 2018. Jadi, totalnya sekitar Rp 11,4 triliun.

Perusahaan juga telah menuntaskan proyek tol Becakayu yang merupakan proyek turnkey pertama perseroan. Proyek turnkey memiliki margin yang lebih besar dibandingkan non-turnkey. Namun, sebagai kompensasi, kontraktor harus siap pendanaan sampai proyek selesai.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement