Rabu 06 Feb 2019 22:19 WIB

Menko Darmin: Ekonomi Indonesia Bertahan di Tengah Gejolak

Tantangan global untuk ekonomi dinilai cukup berat.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim ekonomi Indonesia mampu bertahan di tengah gejolak ekonomi dunia. Hal itu dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17 persen sepanjang 2018 lalu.

Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) angka tahun 2018 masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 yang sebesar 5,07 persen. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, capaian angka pertumbuhan kali ini patut disyukuri di tengah tantangan global yang cukup berat.

Meski diakui masih di bawah harapan, Darmin mengaku puas dengan angka 5,17 persen, dibandingkan dengan tekanan yang ada. Bahkan Darmin menyebut bahwa ekonomi Indonesia ressilience alias memiliki ketahanan.

"Ekonomi kita mampu. Bukan sekadar bertahan, namun mampu tumbuh. Pelan-pelan naik. Naik nggak banyak, tapi konsisten (naik)," ujar Darmin usai mendampingi Presiden Jokowi menemui perwakilan petani tebu di Istana Negara, Rabu (6/1).

Darmin menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh komposisi belanja pemerintah. Selama lima tahun terakhir, Darmin mengakui pemerintah belum banyak membelanjakan anggaran untuk mendorong kinerja pertumbuhan. Pemerintah selama ini masih lebih banyak membelanjakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

"Selanjutnya bisa saja dibuat kebijakan yang lebih mendorong pertumbuhan. Tapi tidak lantas lantas infrastruktur tidak dibangun. Tetap dibangun, tapi mungkin tidak secepat 4-5 tahun lalu," kata Darmin.

Sementara untuk 2019 ini, Darmin mengaku optimistis bahwa ekonomi Indonesia masih punya cukup ruang untuk tumbuh lebih tinggi. Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu bahkan yakin capaian angka pertumbuhan ekonomi kuartal pertama akan lebih tinggi dibanding tahun 2018 lalu. Hal itu didorong oleh membaiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang bergerak ke level Rp 13 ribu-an.

"Artinya saya melihat pertumbuhan ekonomi di 2019 relatif baik dibanding 2018. Yah di menuju angka 5,3 (persen) lah. Meski ada yang bilang 5,2 (persen). Tapi naik terus pelan ke arah 5,3 (persen)," kata Darmin.

Mengutip rilis BPS, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2018 sebesar 5,18 persen (yoy). Angka itu melambat tipis dibandingkan kuartal IV 2017 yang sebesar 5,19 persen (yoy). BPS menyebut raihan pertumbuhan ekonomi tahun 2018 adalah yang tertinggi sejak 2014 lalu.

Berdasarkan catatan BPS, pertumbuhan ekonomi pada 2014 adalah sebesar 5,01 persen, kemudian pada 2015 melambat menjadi sebesar 4,88 persen, pada 2016 sebesar 5,03 persen, dan pada 2017 sebesar 5,07 persen.

Berdasarkan pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,05 persen dan menjadi motor utama penggerak ekonomi dengan porsi sebesar 55,74 persen. Kemudian, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh 6,67 persen dengan porsi sebesar 32,29 persen. Konsumsi pemerintah tumbuh 4,8 persen dengan porsi sebesar 8,98 persen. Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,08 persen, namun porsinya hanya 1,22 persen dari perekonomian.

Ekspor mengalami pertumbuhan sebesar 6,48 persen, namun terkoreksi pertumbuhan impor yang lebih tinggi yakni sebesar 12,04 persen.

Baca: Petani Keluhkan Harga Turun Akibat Rembesan Gula Impor

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement