REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini mengklarifikasi terkait beredarnya buku panduan belajar untuk Kelas V Sekolah Dasar (SD) yang menyebut NU sebagai salah satu organisasi radikal. Istilah organisasi radikal dinilai bisa menimbulkan kesalahpahaman.
"Meskipun frasa organisasi radikal yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, dalam konteks ini PBNU sangat menyayangkan diksi 'organisasi radikal' yang digunakan oleh Kemdikbud dalam buku tersebut," ujar Helmy kepada Republika.co.id melalui keterangan tertulis, Rabu (6/2).
Menurut Helmy, Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap NU. Pasalnya, organisasi radikal belakangan identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, menyebarkan teror dan lain sebainya.
"Pemahaman seperti ini akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi," ucap Helmy.
Dalan buku tersebut, lanjut dia, Kemdikbud kurang jeli dan juga tidak pas dalam membuat fase Pergerakan Nasional dalam memperjuangkan kemerdekaan. Menurut dia, penulis buku menyebut bahwa setelah mengalami fase pergerakan nasional pada tahun 1900-an, kemudian dilanjutkan dengan fase masa awal radikal yang terjadi pada tahun 1920-1926.
"Istilah masa awal radikal ini yang keliru dan tidak tepat. Jika ingin menggambarkan perjuangan kala itu, yang lebih tepat frasa yang digunakan adalah masa patriotisme, yakni masa-masa menetang dan melawan penjajah," kata Helmy.
Oleh karena itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meminta kepada Kemdikbud untuk bertanggung jawab atas persoalan ini. "Potensi mudarat yang ditimbulkan sangat besar sehingga harus diambil langkah cepat untuk menyikapinya," tutupnya.