REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, mengaku pihaknya tidak terlibat dalam pelaporan kasus Propaganda Rusia ke Bawaslu. Ia menegaskan tidak ada instruksi apapun dari BPN terkait pelaporan tersebut.
"Bukan instruksi atau saran dari BPN. Kami nggak ngelaporin karena udah capek ngelaporin melulu," ungkap Andre.
Meskipun demikian, Andre mengatakan BPN menghormati pelaporan Propaganda Rusia ke Bawaslu. Ia mengatakan hal itu murni berasal dari masyarakat yang kemungkinan tidak menyukai gaya politik tidak sehat yang ditandai dengan saling tuding tanpa adanya bukti itu.
"Mungkin dia (pelapor) merasa nggak nyaman dengan tuduhan itu makanya dia melaporkan," kata Andre saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (6/2).
Advokat Peduli Pemilu melaporkan calon Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Bawaslu RI di Jakarta, Rabu, terkait pernyataannya soal Propaganda Rusia. Selain Jokowi, sejumlah anggota dari Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf juga dilaporkan terkait hal itu.
"Mereka adalah Juru Bicara TKN Ace Hasan Syadzily, Sekretaris TKN Hasto Krsitiyanto, dan Wakil Ketua TKN Arsul Sani," kata Mohammad Taufiqurrahman dari Advokat Peduli Pemilu.
Taufiq dalam kesempatan tersebut menyampaikan pernyataan Jokowi soal adanya tim sukses yang menyiapkan Propaganda Rusia pada 2 Februari 2019 di Jawa Timur tersebut, menyesatkan dan menimbulkan keresahan masyarakat. Setelah itu, pernyataan tersebut juga kemudian disambung dengan pernyataan dari anggota TKN terkait hal itu. Oleh karena itu, dirinya juga melaporkan tiga anggota TKN lainnya.
"Karena ini tidak jelas kebenarannya dan menyesatkan masyarakat. Hal ini juga membuat keresahan dan polemik di masyarakat," ucapnya.
Taufiq menyampaikan pernyataan tersebut diduga melanggar ketentuan UU No. 7/2017 tentang Pemilu pasal 280 ayat (1) huruf C dan D juncto pasal 521. Dalam pasal 280 ayat 1 huruf c menyatakan peserta pemilu dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan peserta pemilu yang lain. Sementara huruf d menyatakan larangan menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.
Pada pasal 521, dinyatakan ancaman terhadap perbuatan yang melanggar pasal 280 pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta. Ia mengatakan, pelaporan tersebut dengan barang bukti video dan juga print out pemberitaan pada 2-3 Februari 2019.