REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) berharap pemerintah mempunyai instrumen atau kebijakan yang bisa menstimulus reinvestasi peremajaan truk-truk nasional yang sudah tua. Saat ini Aptrindo mengelola 5.000-7.000 truk nasional, namun sebagian besar kondisinya sudah tua.
"Kami melihat betapa butuhnya terhadap peremajaan truk-truk kita. Kami butuh instrumen dari pemerintah, misalnya stimulus di perpajakan untuk reinvestasi terhadap peremajaan truk-truk yang sudah tua," kata Wakil Ketua Umum Aptrindo Nofrisel di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta, Rabu (6/2).
Nofrisel menjelaskan kondisi truk yang sudah tua berimplikasi terhadap kenaikan total biaya logistik yang lebih mahal, dibandingkan dengan operasional menggunakan truk yang lebih perfomatif. "Truk kami itu kebanyakan sudah agak tua, otomatis agak lambat, sepanjang jalan implikasinya butuh banyak biaya, baik orang, maupun bensin, sehingga jatuhnya lebih mahal," kata dia.
Ia menambahkan selain peremajaan, sistem logistik di Indonesia yang perlu diperbaiki adalah integrasi antarmoda transportasi baik jalur darat, laut dan udara. Menurut dia, saat ini pengiriman barang dari pelabuhan atau bandara belum bisa terkoneksi langsung dengan transportasi darat.
Aptrindo juga berharap tarif tol Trans Jawa dari Jakarta menuju Surabaya untuk kendaraan golongan V (truk dengan lima gandar atau lebih) bisa turun setidaknya 20 persen.
Penerapan tarif baru tol Trans Jawa ini berdampak signifikan terhadap biaya yang harus dibebani pengusaha. Ada pun tarif tol yang harus dibayar golongan kendaraan truk dari Jakarta-Surabaya sebesar Rp 1.382.500.
Sebelum tarif tol Trans Jawa ini ditetapkan, biaya logistik untuk jalur darat hanya sekitar Rp 500 ribu. Komponen biaya logistik melalui jalur darat berkontribusi 39 persen dari keseluruhan biaya.
Oleh karena itu, Aptrindo menilai bahwa terjadi kenaikan dari struktur total biaya pengiriman yang mengakibatkan harga jual yang dikenakan ke konsumen lebih mahal.