REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sistem pengelolaan masjid di Indonesia terbilang unik. Masjid di Indonesia dikenal memiliki sistem pengelolaan yang terbuka. Hal ini tentu mempunyai sisi positif dan negatif
Fakta tersebut terungkap dalam seminar peluncuran buku berjudul Masjid di Era Milenial: Arah Baru Literasi Keagamaan yang digelar Center of The Study of Religion and Culture Universitas Islam Negeri (CSRC UIN), di Jakarta, Rabu (7/2).
Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (Waketum DMI), KH Masdar F Mas’udi, mengatakan Indonesia merupakan negara dengan jumlah masjid terbanyak di dunia, mengingat mayoritas penduduknya beragama Islam.
Hingga saat ini, belum ada penghitungan lebih lanjut mengenai jumlah masjid, baik yang dikelola oleh masyarakat, pemerintah maupun swasta.
Masjid di Indonesia, kata Masdar, memiliki filosofi yang cukup unik, yakni bersinggungan langsung dengan fasilitas publik, baik pasar, kantor pemerintahan, taman, dan lainnya.
Hal ini, kata dia, menunjukkan adanya gabungan dari berbagai bidang yang kompleks. Namun, bukan hanya dapat menghadirkan manfaat, melainkan juga risiko.
Salah satunya adalah paham radikalisme di Indonesia sudah cukup menjamur, diakibatkan terlalu terbukanya sistem pengelolaan masjid.
Penyebab lainnya adalah tidak adanya pusat kontrol yang dapat menjadi pemegang kendali kebijakan di seluruh masjid di Indonesia, sehingga hal-hal yang tidak diharapkan dapat dengan mudah terjadi.
“Kalau sekarang kebanyakan masjid memang bebas manajemennya, sehingga tidak ada penentu kebijakan untuk menghindari sesuatu yang perlu dihindari, dan hanya terpaku pada keputusan pengelola masjid,” kata Masdar.
Dia mengingatkan jika masjid dibiarkan menjadi tempat penyebaran kebencian dan paham ekstremis, tentu akan mendatangkan bencana bagi umat Muslim. “Dan saya kira dunia Islam akan sulit diselamatkan,” kata dia.