REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim Sukses Prabowo-Sandi, Dradjad Wibowo menyebut pernyataan Prabowo soal kebocoran anggaran negara sampai 25 persen adalah hal masuk akal. Hal ini karena kebocoran anggaran negara bisa dari berbagai sisi.
"Kebocoran keuangan negara itu sudah menjadi rahasia umum. Bocor bisa dari sisi belanja, penerimaan atau pembiayaan. Bisa dalam APBN atau APBD,” kata Dradjad kepada Republika.co.id, Kamis (7/2).
Indikasi kebocoran itu, menurut Dradjad, antara lain terlihat dari banyaknya kasus korupsi yang ditangani KPK. Jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK saja sudah lebih dari 100 orang. Belum lagi pejabat negara di tingkat pusat.
"Padahal jumlah kasus korupsi yang ditangani KPK itu hanya puncak dari gunung es saja. Lebih banyak lagi kasus korupsi yang belum tertangkap,” ungkapnya.
Selain dari korupsi, Dradjad menyebut kebocoran anggaran negara dari mark up dalam belanja APBN/APBD. "Korupsi dan mark up itu kan dunia hitam. Kita tidak pernah tahu pasti besarannya,” kata pakar ekonom INDEF tersebut.
Sebagai indikasi, Dradjad menyebut ‘nyanyian’ M Nazaruddin. Pada tanggal 27 Agustus 2013, menurut Dradjad, Elza Syarif pengacara Nazaruddin menyebut mark up yang bisa mencapai 10-45 persen.
Selain itu, lanjutnya, Presiden Jokowi juga menekankan jangan ada mark up. Jokowi mengatakan itu pada saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) kepada kementerian, lembaga dan pemerintah daerah di Istana Negara, Jakarta, Selasa (11/12). "Jika tidak banyak mark up, kenapa sampai Presiden harus menekankan hal tersebut?” tanya Dradjad
Itu dari sisi belanja pusat/daerah. Dari sisi penerimaan juga banyak kebocoran. Menurut Dradjad, ini dibuktikan dengan rasio pajak yang sangat rendah. Ini bisa disebabkan oleh KKN antara oknum petugas dan Wajib Pajak, bisa karena penghindaran dan penggelapan pajak.
"Dengan PDB 2018 sebesar Rp.14837,4 triliun, rasio pajak lebih rendah 1 dari dari semestinya saja berarti ada uang Rp.148 triliun yang tidak masuk ke kas negara,” kata politikus PAN tersebut.
Hal serupa juga terjadi di daerah. Korupsi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) oleh satu Bupati saja diduga merugikan negara Rp 5,8 triliun. "Ini dalam kasus Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi, yang baru ditangkap KPK. Korupsi seperti itu kan mengurangi penerimaan negara,” paparnya.
Jadi kalau Prabowo membuat taksiran kebocoran anggaran mencapai 25 persen, Dradjad menganggapnya sebagai hal yang wajar saja. "Kalau masih ada yang ngotot minta data, itu asal ngotot namanya. Wong taksiran terhadap dunia hitam kok diminta data,” kata Dradjad.