REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Pendidikan Ma’arif Pengurus Besar Nadlatul Ulama (LP Ma’arif PBNU) menemui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaaan (Kemendikbud) di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Rabu (6/1) kemarin. Pertemuan tersebut membahas perihal sebutan radikal terhadap NU sebagaimana tertuang dalam materi pelajaran SD/MI.
“Rapat LP Ma'arif NU PBNU dengan jajaran Kemendikbud, Rabu 6 Februari, jam 14.00-16.00 WIB membahas protes keras buku ajar yang mencatumkan NU termasuk organisasi radikal,” kata Ketua LP Ma’arif PBNU Arifin Djunaidi, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (7/2).
Arifin menuturkan, penyebutan NU sebagai organisasi radikal berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa. Padahal, sambungnya, pelajaran sejarah seharusnya bisa menumbuhsuburkan nasionalisme dalam diri siswa.
Atas kejadian ini ungkapnya, LP Ma’arif PBNU berharap Kemendikbud lebih jeli lagi terhadap buku-buku ajar yang diperuntukkan bagi para siswa di dalam kelas. Dia juga berharap, tiga tuntutan yang dilayangkan LP Ma’arif PBNU dalam rapat Rabu sore kemarin dapat dipenuhi.
Pertama, menarik buku tersebut dari peredaran dan menghentikan pencetakannya baik buku untuk murid maupun guru. Kedua, materi buku tersebut direvisi dengan melibatkan LP Ma'arif PBNU. Ketiga, dilakukan mitigasi untuk mencegah penulisan buku yang tidak sesuai fakta dan mendiskreditkan NU, dengan melibatkan LP Ma'arif PBNU.
“Alhamdulillah, semua (tiga) tuntutan LP Ma'arif NU dipenuhi,” ucapnya.
Arifin menambahkan, dalam pertemuan Rabu kemarin, diikuti oleh Wasekjen PBNU H Masduki Baedowi dan sejumlah pengurus LP Ma’arif PBNU. Sementara dari pihak Kemendikbud diikuti Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi dan sejumlah pejabat Kemendikbud yang lain.
Baca juga: Soal LRT Palembang, Prabowo Klaim Pernah Mengingatkan
Baca juga: PDIP: Kandang Prabowo di Jabar Jadi Kandang Jokowi