REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan mendapatkan gugatan dari Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan (KNTLRUUP). Mereka melihat terdapat 80 persen pasal yang bermasalah sehingga keberadaan RUU tersebut sebaiknya dihapuskan.
"Kami menolak RUU ini atas dasar ini, ada 80 persen yang bermasalah setelah kami sisir bersama-sama," ujar anggota KNTLRUUP Wendi Putranto.
Wendi mengatakan, mereka menolak bukan tanpa alasan, ada daftar inventaris masalah yang telah dibuat oleh KNTLRUUP. Terdapat pasal-pasal yang berbahaya dan tidak berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Hal itu membuat RUU tersebut tidak layak, dan apabila direvisi sama saja dengan merombaknya habis-habisan.
Contoh saja pada Pasal 3 yang berbunyi "Kegiatan permusikan terdiri dari proses kreasi, reproduksi, distribusi, dan/atau konsumsi." KNTLRUUP menemukan dalam pasal itu sangat sempit dalam mengidentifikasikan kegiatan permusikan. Ruang lingkup kegiatan permusikan masih belum jelas dan belum mewakili ekosistem musik di Indonesia yang kompleks dan berlapis.
Bahkan, dalam daftar pasal yang bermasalah, KNTLRUUP mencoba membandingkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perfilman. Dalam UU tersebut sangat rinci dalam mengindentifikasikan kegiatan perfilman, sehingga pasal dalam RUU Permusikan sebaiknya dihapus.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akan turut mengundang musisi dan praktisi musik lainnya untuk membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan. RUU tersebut mengalami penolakan dari ratusan musisi lantaran banyaknya pasal kontroversial yang termuat dalam draf RUU.
"Tentu saja nanti dalam pembahasan ke depan akan mengundang sekuruh stakeholder yang terlibat dalam RUU Permusikan. Termasuk juga pencipta lagu dan pekerja seni lainnya yang terkait dengan permusikan," kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Rabu (6/2).