Kamis 07 Feb 2019 12:14 WIB

YLBHI Nilai RUU Permusikan Berangus Kebebasan Berekspresi

Keberadaan musik merupakan salah satu indikator demokrasi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Asfinawati
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Asfinawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati melihat pasal-pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan memiliki masalah yang cukup banyak. Beberapa pasal bersifat karet karena memiliki makna yang sangat luas dan bisa diartikan berbeda.

"RUU Permusikan ini satu bagian dari pemberangusan kebebasan berkepresi di Indonesia," kata Asfinawati.

Baca Juga

Salah satu pasal yang mendapatkan banyak sorotan adalah Pasal 5. Pasal tersebut berbunyi, "dalam melakukan Proses Kreasi, setiap orang dilarang: a. mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; b. memuat konten pornografi, kekerasan seksual, dan eksploitasi anak; c. memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antarras, dan/atau antargolongan; d. menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai agama; e. mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; f. membawa pengaruh negatif budaya asing; g. dan/atau merendahkan harkat dan martabat manusia."

Asfinawati menjelaskan, pada Pasal 5 Poin A dan C menggunakan kata "dorong" dan kata "memprovokasi" pada beberapa kegiatan. Kata "dorong" ini memiliki arti yang sangat luas, karena bisa saja dikait-kaitkan dengan kegiatan tersebut, meski musisi itu tidak bermaksud untuk seperti itu.

"Mendorong dalam makna hukum itu adalah pasal karet, bisa saja ada yang menyanyi terus di luar sana ada ribut-ribut dan di sana bisa ada ancaman pidana," kata Asfinawati.

Pada poin F yang menyatakan tentang membawa pengaruh negatif budaya asing pun menjadi sebuah pertanyaan. Asfinawati menjelaskan, makna dari kalimat itu bisa jadi budaya asing memang sudah bernilai negatif, atau budaya asing apa yang memiliki nilai negatif.

Musik merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi seseorang. Di Indonesia kebebasan mengutarakan pendapat telah terjamin dalam Undang-Undang. Keberadaan musik merupakan salah satu indikator demokrasi, menurut Asfinawati, sehingga pasal-pasal tersebut akan sangat berbahaya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement