Kamis 07 Feb 2019 16:16 WIB

Kisah Raden Fatah dan Ciri Khas Demak

Raden Patah diperkirakan sangat akrab dengan gaya dan arsitektur Majapahit.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agung Sasongko
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia yang terletak di Kampung Kauman, Demak.
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Masjid Agung Demak merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia yang terletak di Kampung Kauman, Demak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fakta lain sejarah kedekatan gaya Majapahit dengan bangunan Masjid Agung Demak juga dapat diketahui dari buku Babad Demak. Menurut buku tersebut, tempat berdirinya Masjid Agung yang kini menjadi ciri khas daerah Demak ini dahulunya bernama tlatah Glagahwangi.

Daerah Glagahwangi yang merupakan kawasan rawa (payau) ini pertama kali dibuka oleh Raden Patah, putra Prabu Kertabumi atau Brawijaya V dengan putri Campa (Kamboja) yang telah masuk Islam.

Raden Patah yang masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta, Surabaya, yang dikelola Sunan Ampel inilah yang kelak mendirikan Kesultanan Demak.

Ia pernah diangkat menjadi adipati Demak. Dari perjalanan sejarah ini, Raden Patah diperkirakan sangat akrab dengan gaya dan arsitektur Majapahit. Sehingga, hal ini banyak dihubungkan ketika membuka lahan Glagahwangi.

Sementara aksen bangunan Jawa yang sangat kental adalah empat soko guru atau tiang kokoh penyangga atap bangunan masjid yang bertumpuk. Soko guru ini juga bergaya bangunan Majapahit.

Yang menarik dari Masjid Agung Demak adalah sistem struktur empat soko gurunya. Empat tiang besar setinggi 19,54 meter dan berdiametar 1,45 meter ini dipercayai merupakan 'sumbangan' empat wali penyebar Islam di Jawa.

Baca: Keunikan Arsitektur masjid Agung Demak

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement