REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mundurnya sejumlah pengurus di manajemen Persija Jakarta tak terkait dengan proses investigasi skandal kompetisi curang yang saat ini ditangani oleh tim Satuan tugas (Satgas) Antimafia Bola bentukan Polri. Mantan Direktur Utama Persija Gede Widiade menegaskan, pengunduran dirinya murni sebagai aksi korporasi.
“Pengunduran diri saya, bukan karena itu. Pengunduran diri saya sudah lama saya sampaikan kepada para pemegang saham di Persija,” kata Gede, Kamis (7/2).
Demi berusaha meyakinkan, Gede bersumpah tak tahu-menahu tentang dugaan keterlibatan bekas klubnya yang dikabarkan masuk dalam proses investigasi di kepolisian. “Saya tidak tahu. Lillahi ta’ala,” sambung dia.
Gede, pada Rabu (6/2) malam, menyatakan diri mundur sebagai direktur utama Persija. Pernyataan mundur juga diikuti oleh Direktur Operasional Persija Muhammad Rafil Perdana. Peran Gede di Persija sekarang digantikan Kokoh Afiat yang selama ini duduk di kursi direktur keuangan. Dengan pengunduran itu, Gede mengatakan, tak ada lagi hubungan profesional antara dirinya dan manajemen skuat Macan Kemayoran.
Mundurnya Gede sebetulnya mengejutkan. Karena di tangan pengusaha usia 50-an tahun tersebut, reputasi Persija sebagai tim juara kembali mencuat.
Gede bergabung ke Persija sejak musim 2017 setelah dua musim menjadi bos di Bhayangkara FC. Akan tetapi, pengunduran dirinya itu beririsan waktu dengan pengungkapan banyak skandal pertandingan dalam kompetisi Liga 1, Liga 2, dan Liga 3 yang saat ini dilidik oleh Satgas Antimafia Bola.
Pada Jumat (1/2), penyidik satgas menggeledah bekas kantor PT Liga Indonesia (LI) di kawasan Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel). Penggeledahan sebagai lanjutan penyidikan skandal mafia bola di Tanah Air.
Hari yang sama, tim juga menggeledah kantor PT Gelora Trisula Semesta (GTS). PT LI dan GTS, dua perusahaan operator lama kompetisi sepak bola nasional. Dua operator itu erat kaitannya dengan Plt Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono.
Sebelum itu, satgas juga menggeledah kantor PSSI di Kemang dan Gedung FX Sudirman, Jaksel. Satgas menyita ribuan dokumen keuangan, pertandingan Liga 1, Liga 2, dan Liga 3.
Kabag Penum di Mabes Polri, Kombes Syahar Diantoro mengungkapkan, penyitaan dokumen juga dilakukan saat penggeledan di kantor LI dan GTS. Tetapi di kantor liga, penyidik menemukan adanya dokumen keuangan Persija yang sengaja dihancurkan.
Terkait itu, Gede tak mau berkomentar banyak. Ia tegas menolak dugaan keterlibatannya selama memimpin Persija dalam aksi culas mafia sepak bola di kompetisi nasional. Namun, kata dia, karena sudah dalam penyelidikan di kepolisian, dirinya hanya mengikuti apa yang menjadi prosedur hukum.
“Karena sudah di ranah yuridis yang ditangani polisi, saya ikuti saja. Mau diapakan lagi? Yang pasti, di zaman saya (memimpin Persija), kami (Persija) meraih treble winner (tiga gelar). Itu fakta,” jelas dia.
Gede pun menolak adanya kaitan aksi pengunduran dirinya dari kursi direktur utama dengan pengrusakan dokumen keuangan Persija saat penggeledahan di PT LI.
Meskipun, Gede mengakui pengunduran dirinya sebagai direktur utama, resmi ia sampaikan kepada jajaran komisaris dan pemegang saham Persija, di hari yang sama saat satgas menggeledah PT LI dan GTS, pada 1 Februari. Akan tetapi, pengunduran diri tersebut, baru ia sampaikan ke khalayak, pada Rabu (6/2). “Tapi itu (pengunduran diri) saya tidak ada kaitannya dengan hukum, dan tidak ada politisnya. Ini murni normatif korporasi,” ujar dia.
Pengumuman resmi ke publik tersebut terpaksa dilakukan Gede setelah Persija mengikuti pertandingan pertama babak kualifikasi Liga Champions Asia (LCA) 2019 menghadapi Home United FC di Singapura, pada Selasa (5/2).
Gede mengungkapkan, para pemegang saham pun setuju dengan pengunduran dirinya. Meskipun, ia diminta agar tetap di manajemen sebagai direktur olahraga. Namun Gede, menolak posisi baru tersebut.