REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan semua provinsi, minimal ada satu kawasan wisata yang menjadi andalan sebagai daerah tujuan wisata utama "Bali Baru". Hal itu tidak hanya terbatas pada 10 Bali Baru yang sudah dikembangkan selama ini.
"Cepat tidaknya terealisasi tergantung CEO daerah setempat. Kepala Daerahnya mau dan berkomitmen," ujar Menpar saat konvensi nasional media massa rangkaian Hari Pers Nasional 2019 di salah satu hotel berbintang di Surabaya, Jatim, Jumat sore (8/2).
Ia mengemukakan ada satu daerah di Sumatra yang akan dikembangkan sebagai "Bali Baru", tapi jika Kepala Daerah atau gubernur dan bupati tidak memiliki komitmen maka hal itu sulit terwujud. Menurutnya, pariwisata dikembangkan karena devisa dihasilkan sangat besar, dan potensi Indonesia yang indah dan beragam budaya maupun objek wisatanya sudah diakui dunia. Pada 2017, devisa dihasilkan dari pariwisata mencapai 17 miliar dolar AS, dan pada 2019 ini ditargetkan sudah menjadi penghasil devisa terbesar atau nomor satu bagi RI yaitu sebesar 20 miliar dolar AS.
"Kalau selama ini devisa identik dengan migas dan nonmigas, kelak mendatang berubah namanya menjadi pariwisata dan non-pariwisata. Pasalnya sektor pelancongan sudah menjadi penghasil devisa nomor satu mengalahkan kelapa sawit yang selama ini mejadi andalan," ujar Menpar asal Banyuwangi, Jatim ini.
Ia menjelaskan pariwisata RI berkembang cukup pesat dengan pertumbuhan tahun lalu mencapai 22 persen, sementara pertumbuhan pariwisata dunia tidak sampai 7 persen, karena dua hal telah dilakukan, yaitu digitalisasi dan deregulasi.
"Regulasi beragam perizinan dan peraturan sektor kepariwisata disederhanakan, dan semuanya dengan 'go digital', utamanya untuk promosi dan pemasaran. Karena sekarang ini era digital" tuturnya.