Sabtu 09 Feb 2019 10:19 WIB

Kenaikan Biaya Balik Nama tak Berpengaruh

Kenaikan biaya balik nama tak diikuti regulasi yang mempersulit dalam membeli mobil.

Rep: Muslim Abdul Rahmad/ Red: Bilal Ramadhan
Polisi Lalu Lintas Polda Metro Jaya memberikan imbauan kepada pengendara yang kendaraannya berpelat nomor genap saat uji coba penerapan sistem lalu lintas pelat ganjil-genap di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (27/7).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Polisi Lalu Lintas Polda Metro Jaya memberikan imbauan kepada pengendara yang kendaraannya berpelat nomor genap saat uji coba penerapan sistem lalu lintas pelat ganjil-genap di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana kenaikan biaya balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB) Provinsi DKI Jakarta menjadi perhatian berbagai kalangan. Pengamat perkotaan, Yayat Supriana, menyebut biaya balik nama kendaraan yang akan diterapkan pemerintah tidak akan berpengaruh banyak.

Yayat menilai, usulan kenaikan BBN-KB tidak akan memengaruhi orang untuk membeli kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan dengan mudahnya memperoleh kredit kendaraan bermotor, dengan fasilitas-fasilitas yang memanjakan pengguna kendaraan bermotor. Parkir mobil yang mudah, akses cepat, dan mudahnya menggunakan sepeda motor.

Menurut Yayat, setinggi apa pun pajak yang dinaikkan pemerintah tidak akan memengaruhi daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Penyebabnya, kata Yayat, bukan saja dengan mudahnya memperoleh kendaraan bermotor, melainkan yang paling utama adalah tidak mampunya pemerintah menyediakan transportasi publik yang aman, nyaman, dan ekonomis.

"Mereka tak punya pilihan, ya wajar orang beli kendaraan terus-terusan, angkutan umum saja amburadul," kata Yayat kepada Republika, Jumat (8/2).

Yayat langsung mencontohkan buruknya transportasi umum di Jakarta. Ia yang baru saja turun dari KRL (kereta rel listrik) harus berjalan kaki jauh dengan fasilitas trotoar yang membahayakan pejalan kaki.

Ia menyebut, biaya balik nama itu hanyalah pengalihan pemerintah untuk menaikkan pendapatan. Karena, menurutnya, tak akan ada efek apa pun dari kenaikan biaya balik nama tersebut. Terlebih, tidak ada kejelasan dari kenaikan biaya balik nama itu akan digunakan untuk apa.

Yayat meminta Pemprov DKI bersikap transparan dengan kenaikan biaya balik nama tersebut. Ia menjelaskan, kalau hanya ingin menaikkan pendapatan, tidak usah membawa isu dan menyebut dengan kenaikan biaya balik nama itu untuk mengurangi jumlah kendaraan bermotor.

"Harusnya pemerintah memikirkan bagaimana caranya orang berhenti membeli kendaraan bermotor dan menggunakan angkutan umum, bukan hanya dengan menaikkan pajak, tapi juga dengan membuat regulasi yang menghalangi orang untuk menggunakan kendaraan bermotor," ujar Yayat menjelaskan.

Usulan kenaikan biaya balik nama ini juga dikritik Institut Studi Transportasi (Instran). Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang menyebut, kenaikan itu tidak dibarengi dengan regulasi yang mempersulit orang untuk menggunakan kendaraan bermotor.

"Kalau ditanya kami sebagai orang transportasi, harusnya bukan biaya balik nama, tapi kenaikan pajak kendaraan bermotor menjadi 50 persen dari harga belinya," ujar Deddy kepada Republika.

Deddy menyebut, dengan kenaikan biaya pajak kendaraan bermotor sebesar 50 persen dari harga belinya, masyarakat akan lebih enggan untuk memiliki kendaraan bermotor. Sebab, jika hanya biaya balik nama, pembayaran yang akan dilakukan masyarakat hanya sekali dalam lima tahun.

Sementara itu, dengan biaya pajak, pengeluaran masyarakat untuk memiliki kendaraan bermotor makin tinggi. Dengan begitu, akibat pembebanan biaya itu, masyarakat tidak ingin menambah jumlah kendaraan yang mereka miliki.

"Kalau pajak yang dinaikkan, hal ini akan langsung berefek besar," kata Deddy menjelaskan.

Sebelumnya, Plt Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Faisal Syafruddin mengatakan, BBN-KB DKI Jakarta saat ini masih di angka 10 persen. BBN-KB tersebut jauh lebih rendah dibandingkan besaran yang disepakati oleh pemda se-Jawa dan Bali.

"Sesuai dengan kesepakatan badan pendapatan daerah se-Jawa dan Bali untuk BBN itu ditetapkan 12,5 persen. Jawa dan Bali. DKI harus menyesuaikan," ujar Faisal beberapa waktu lalu.

Menurut pemerintah, dengan naiknya biaya balik nama, masyarakat akan berpikir ulang untuk membeli kendaraan baru atau menambah kendaraan mereka. Usulan tersebut, menurut Faisal, sudah disampaikan ke pihak DPRD DKI Jakarta.

Ia menyebut usulan tersebut bukan saja untuk peningkatan pendapatan pemprov, melainkan juga upaya membuat masyarakat berpindah ke transportasi umum. "Kalau beli mobil mahal, orang malas beli mobil," kata Faisal.

Adi (34 tahun), seorang warga dari Jakarta Barat, mengeluhkan biaya balik nama yang akan diberlakukan pemerintah. Menurutnya, itu akan memberatkan masyarakat. Adi menambahkan, biaya balik nama tersebut tidak efektif.

"Kalau mau kayak gitu, bikin aturan yang enggak bolehin orang punya kendaraan pribadi sekalian," kata Adi. Ia menyebut, kendaraan yang ia miliki akan balik nama pada tahun ini sehingga kebijakan itu tentunya membuat pengeluarannya bertambah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement