Sabtu 09 Feb 2019 08:26 WIB

Mencintai Puisi Cinta Jalaludin Rumi

Rumi mengungkapkan, Tuhan adalah wujud yang meliputi.

 Jamaah melakukan Tarian Sufi (Darvis Whirling Dance) di Rumi Cafe di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/6) malam.
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Jamaah melakukan Tarian Sufi (Darvis Whirling Dance) di Rumi Cafe di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/6) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, Jalaludin Rumi adalah sebuah puisi. Kisahnya dalam merevolusi ilmu kalam tak dapat terhapus dari sejarah. Refleksi tasawuf Rumi pertama kali ditulis dalam sebuah buku puisi berjudul Diwan Syamsi-I Tabrizi, buku yang ditulis untuk mengenang Syamsuddin at-Tibrizi, seorang penyair sufi pengelana yang bertemu dengan Rumi di Konya, Turki.

Rumi pun mulai dikenal sebagai seorang penyair Sufi yang mampu mengungguli penyair-penyair lain pada masanya. Setiap lirik puisi yang digubahnya sarat dengan ungkapan cinta mendalam kepada Allah. Puisinya juga mengandung ajaran filsafat dan gambaran tentang ajaran tasawuf yang dianutnya.

Ajaran penyatuan wujud (wahdah al wujud) merupakan konsep tasawuf Rumi. Namun, konsepnya tidak sama dengan Ibnu Arabi yang menyatakan Tuhan bersatu dengan makhluk. Dengan demikian, Allah sebagai segala sesuatu itu sendiri.

Rumi mengungkapkan, Tuhan adalah wujud yang meliputi. Keyakinan ini tidak berarti segala sesuatu itu adalah Allah, atau Allah adalah sesuatu.

Dalam kumpulan puisinya yang disebut al-Matsnawi, Rumi membangkitkan ilmu kalam yang ketika itu telah kehilangan semangat dan kekuatannya. Dr Muhahmmad Syafii Antonio dalam Ensiklopedi Peradaban Islam menjelaskan, dalam puisi-puisinya, Rumi mengkritik habis langkah dan arahan filsafat yang melampaui batas. Filsafat dinilai cenderung mengebiri perasaan dan mengultuskan rasio.

Lewat puisi-puisinya, Rumi menyampaikan jika pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta, bukan sematamata lewat kerja fisik. Rumi mengatakan Tuhan sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

Rumi pun kerap mengawali puisinya dengan kisah-kisah masa lalu. Dia menggunakan kisah tersebut sebagai alat untuk menyampaikan ide dan pikirannya. Kisah-kisah Nabi Yusuf, Musa, Ya'qub, dan Isa sengaja ditampilkan sebagai lambang keindahan jiwa yang mencapai makrifat.

Kitab al-Matsnawi karangan Rumi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sepertiga volume pertama diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Puisi ini diterbitkan di Leipzig dan dicetak ulang pada 1913. Setelah itu, sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dari al-Matsnawi diterjemahkan lagi oleh Whinfield ke dalam bahasa Inggris. Terjemahan ini diterbitkan di London pada 1887.

Reynold Alleyne Nicholson bekerja selama 25 tahun untuk menerjemahkan al-Matsnawi ke dalam bahasa Inggris. Dia melengkapinya dengan uraian dan komentar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement