REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mempertanyakan indikator "berkelakuan baik" sebagai salah satu syarat dalam prosedur pemberian remisi. Komnas HAM terutama menyoroti pemberian remisi kepada terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama.
"Prosedur remisi ini sering tidak jelas, dalam kasus Susrama yang disebut dengan berkelakuan baik di dalam lapas itu apa indikatornya," ujar Amiruddin di Gedung Komnas HAM Jakarta, Jumat (8/2).
Menurut Amiruddin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebagai pihak dapat menjelaskan secara komprehensif mengenai indikator dari "berkelakuan baik" sebagai salah satu syarat pemberian remisi. Sebab, ia yang berwenang mengeluarkan rekomendasi remisi seharusnya
"Remisi itu memang hak yang diberikan kepada narapidana, tetapi untuk kasus ini persoalannya bukan hanya pada penerima (remisi) saja tapi juga pada pemberi remisi, apa pertimbangannya," tambah Amiruddin.
Susrama adalah otak di balik pembunuhan wartawan Radar Bali, Anak Agung Ngurah Bagus Narendra Prabangsa. Prabangsa dibunuh karena memberitakan tindak pidana korupsi pembangunan sekolah yang dilakukan oleh Susrama.
Amiruddin mengatakan Prabangsa adalah salah satu jurnalis yang menjalankan tugasnya sebagai mata dan telinga masyarakat. Karena itu, remisi ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sensitivitas terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk mengakses informasi.
"Karena, remisi diberikan kepada seorang pembunuh jurnalis yang sedang meliput dugaan tindak pidana korupsi. Ada pesan negatif dalam pemberian remisi ini," jelas Amiruddin.
Menurut Amiruddin remisi yang diberikan kepada pembunuh jurnalis akan berakibat pada menurunnya kualitas demokrasi suatu bangsa. "Kalau jurnalis tidak nyaman dalam bekerja, kualitas dari demokrasi kita jadi menurun," kata Amiruddin.