REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Pelarian buron kelas kakap Sugiarto Wiharjo alias Alay berakhir. Buron yang dijuluki "belut" karena mahir berkelit dari jerat aparat penegak hukum ditangkap di Bali pada 6 Februari 2019.
Terpidana dalam Daftar Pencarian orang (DPO) Kejaksaan Tinggi Lampung itu ditangkap saat makan malam bersama keluarganya di sebuah hotel di Tanjung Benoa. Aparat Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi kali ini berhasil membuat bos Bank Tripanca Grup di Lampung itu tak berkutik. Pria berkaca mata itu akhirnya menyerah.
Pada 7 Februari 2019, sehari setelah penangkapan Alay, tim dari Kejaksaan Tinggi Lampung bersiap menuju Bali untuk membawa Alay kembali ke Provinsi Lampung. Dengan kawalan ketat, Alay diterbangkan menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pukul 14.00 WITA menuju Jakarta.
Sebelum mengembalikan Alay ke penjara, aparat Kejaksaan Tinggi Lampung singgah ke Kantor Kejaksaan Agung di Jakarta untuk menyampaikan pernyataan mengenai penangkapannya.
Keesokan harinya, dengan kawalan aparat kejaksaan Alay diterbangkan menggunakan pesawat Lion Air dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten, menuju Bandara Radin Intan di Lampung.
Jumat siang (8/2), sekitar pukul 12.00 WIB, Alay tiba di Kantor Kejaksaan Tinggi Lampung dengan tangan diborgol, mengenakan celana jeans pendek, kaos oblong, dan rompi tahanan Kejaksaan Tinggi Lampung.
Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan di Kejaksaan Tinggi Lampung, dengan pengawalan ketat Alay dibawa ke Kantor Lapas Bandarlampung menggunakan mobil tahanan.
Untuk diketahui, Alay dua kali ditetapkan sebagai buron. Ia berstatus buron sejak 2008 karena kasus pidana perbankan dan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Timur senilai Rp108 miliar.
Kepolisian Daerah Lampung menetapkan Alay sebagai buron karena dia tidak juga muncul setelah menjalani pengobatan di Singapura pasca Bank Tripanca Grup miliknya ambruk akibat krisis global.
Polisi berhasil menangkapnya pada 9 Desember 2008, ketika dia turun dari pesawat Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta setelah melakukan perjalanan dari arah Singapura. Tahun 2009 dia masuk ke Rutan Way Huwi untuk menjalani hukuman penjara lima tahun dalam kasus pidana perbankan Pengadilan Negeri Tanjung Karang di Bandarlampung pada 2012 kembali menjatuhkan hukuman penjara lima tahun kepada Alay dalam kasus korupsi APBD Lampung Timur.
Alay mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Lampung, yang pada 2013 justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Namun jaksa penuntut mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung karena tidak puas dengan putusan tersebut.
Mahkamah Agung pada 2014 memperberat hukumannya menjadi 18 tahun penjara. Namun keputusan Mahkamah Agung tidak bisa dieksekusi karena dia untuk kedua kalinya melarikan diri, kali ini dengan persiapan yang lebih matang.
Pada saat yang hampir bersamaan, mantan Bupati Lampung Timur Satono mendapat hukuman penjara 15 tahun dalam kasus korupsi APBD Lampung Timur senilai Rp 119 miliar. Satono hingga saat ini belum tertangkap.