REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Turki, Hami Aksoy, mengecam kebijakan asimilasi sistematis pemerintah Cina terhadap warga Turki Uighur. Aksoy juga menyebut apa yang dilakukan itu memalukan.
"Kebijakan asimilasi sistematis pemerintah Cina terhadap warga Turki Uighur itu memalukan bagi umat manusia," kata dia seperti dilansir dari kantor berita Turki, Anadolu Agency, Ahad (10/2).
Menurut Aksoy, bukan lagi rahasia bahwa lebih dari satu juta orang Turki Uighur, yang terkena penangkapan sewenang-wenang, menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak politik di pusat-pusat konsentrasi dan penjara. Warga Uighur yang tak ditahan pun mendapat tekanan yang besar.
"Warga asal Uighur kami yang tinggal di luar negeri tidak dapat mendengar kabar dari kerabat mereka yang tinggal di wilayah ini," tambahnya.
Turki mengajak otoritas Tiongkok untuk menghormati hak asasi manusia warga Turki Uighur dan menutup kamp konsentrasi. Selain itu Turki juga menyerukan masyarakat internasional dan Sekretaris Jenderal PBB untuk mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakhiri tragedi kemanusiaan di Wilayah Xinjiang.
Aksoy mengatakan insiden tragis ini semakin memperkuat reaksi publik Turki terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang serius di Wilayah Xinjiang. Ia menyuarakan harapan Turki dari pemerintah Cina untuk mempertimbangkan reaksi orang-orang Turki atas pelanggaran HAM yang serius.
Wilayah Xinjiang Cina adalah rumah bagi sekitar 10 juta warga Uighur. Kelompok Muslim Turki, yang membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang, telah lama menuding otoritas Cina melakukan diskriminasi budaya, agama dan ekonomi.
Cina meningkatkan batasannya di wilayah ini dalam dua tahun terakhir, melarang pria menumbuhkan janggut dan wanita mengenakan jilbab serta berdasarkan The Wall Street Journal memperkenalkan apa yang banyak ahli lihat sebagai program pengawasan elektronik paling luas di dunia.
Hingga 1 juta orang, atau sekitar 7 persen dari populasi Muslim di Xinjiang, telah dipenjara dalam jaringan yang diperluas yakni kamp reedukasi. Dalam laporan September lalu, Human Rights Watch menyalahkan pemerintah Cina atas "kampanye sistematis pelanggaran hak asasi manusia" terhadap Muslim Uighur di barat laut Xinjiang, wilayah otonom di negara itu.