REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beredar viral di media sosial pidato tentang Nasakom yang diduga disampaikan oleh politikus Partai Gerindra Ahmad Dhani. Kuasa hukum Ahmad Dhani, Hendarsam Marantoko menilai rekaman video yang tersebar berupa audio tanpa ada visual.
Karena itu, menurut Hendarsam, belum bisa dipastikan apakah itu betul suara seorang Ahmad Dhani. "Saya juga belum bisa memastikan. Harus dipastikan dulu apakah itu Ahmad Dhani atau bukan," kata dia saat dikonfirmasi Republika.co.id, Ahad (10/2).
Isi rekaman audio tersebut, lanjut Hendarsam, seharusnya juga menjadi pemicu diskusi soal sejarah dan tidak perlu dibawa ke ranah hukum. Menurut dia, rekaman yang viral itu justru berdampak positif karena membuat pihak yang dituding Dhani menyampaikan tanggapan sehingga berlangsung proses diskusi.
"Saya lihat respons yang disampaikan oleh saudara-saudara kita di NU sangat baik sekali dan mencoba meluruskan, misalnya ada yang mengatakan ahistoris, bagus saya rasa, itu bentuk diskusi tentang sejarah," ucapnya.
Baca juga, Pernyataan Ahmad Dhani Terkait Nasakom Provokatif.
Sebuah video beredar viral di Twitter yang berisi pernyataan diduga Ahmad Dhani. Dalam sebuah ceramah di video itu suara Ahmad Dhani terdengar menyebut kemungkinan munculnya Nasakom baru, yang di dalamnya terdapat NU.
"Jadi, harus tahu benar sejarah bahwa NU dahulu mendukung Nasakom. Banyak anak-anak NU meskipun yang sudah di PBNU enggak paham itu bahwa dahulu yang dukung Nasakom bersama PKI dalam komunisnya itu PKI, itu (kelompok agamanya) NU. Nah, sekarang ini mereka sudah bergabung PDIP, NU, juga komunisnya," demikian suara yang diduga Dhani.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas menyebut Dhani ahistoris dan ilusif karena menarasikan seolah-olah NU akan menjadi pendukung Nasakom baru bila Jokowi menang Pilpres 2019. Menurutnya, narasi keliru Dhani didasarkan pada NU di masa Bung Karno berkuasa yang pernah mendukung Nasakom.
"Perlu dicatat, NU bukan pendukung PKI. Setelah pemberontakan G-30-S/PKI, NU bahkan berada di garda depan menuntut pembubaran PKI," kata Robikin dalam keterangan tertulis, Jumat (8/2).
Robikin menegaskan, sikap NU saat itu didasari paham Islam ahlu sunnah wal jamaah dan visi kebangsaan yang dianut NU tak memberi ruang bagi tafsir PKI terhadap sila pertama Pancasila dan pemberontakan yang dilakukan PKI.
Sejarah mencatat, dukungan NU terhadap Nasakom pada era demokrasi terpimpin kala itu selain atas pertimbangan keutuhan NKRI, juga sebagai bandul politik untuk membendung laju komunis yang kala itu pengaruhnya makin meluas.
"NU menempatkan diri menjadi benteng Islam dari kemungkinan ancaman komunis. Apalagi, kala itu NU boleh dibilang sebagai satu-satunya kekuatan politik Islam usai pembubaran Masyumi karena terlibat PRRI/Permesta," kata Robikin.