Ahad 10 Feb 2019 18:48 WIB

KPK Siap Usut Isu 'Kebocoran' yang Disebut Prabowo, Jika...

Prabowo menyebut APBN bocor hingga Rp 500 triliun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memberikan keterangan pers mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan pihak swasta, di Gedung KPK, Jakarta, Ahad (30/12) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku siap mengusut isu kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 500 triliun seperti yang disebut Prabowo Subianto. Angka tersebut dihitung jika sekitar 25 persen dari anggaran belanja negara bocor.

"Jadi kalau ada informasi dari sisi penindakan di mana ada sejumlah 25 persen APBN hilang, itu kalau benar, bila dilakukan oleh penyelenggara negara maka itu bisa dilakukan penindakan oleh KPK," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam pesan singkatnya, Ahad (10/2).

Menurut Prabowo, berbagai macam bentuk-bentuk kebocoran anggaran. Sebagai contohnya, mark up proyek jembatan yang harganya Rp 100 miliar akan ditulis jadi Rp 150 miliar.

Saut meminta, bila benar ada temuan tersebut agar segera dilaporkan ke KPK. Bila pelapor takut, maka bisa terlebih dahulu menelpon ke call centre KPK di 198.

Menurut Saut isu kebocoran anggaran harus diperiksa secara rinci, lantaran APBN terdiri dari banyak pos anggaran. Tidak hanya soal pengadaan barang dan jasa, dalam APBN juga terdapat alokasi gaji pegawai negeri dan lainnya.

"Saya harus cek, APBN itu kan luas apa saja di mana saja, gaji pegawai negeri juga APBN, jadi yang mana dimaksud. Kalau pengadaan barang dan Jasa Tentu harus detail," kata dia.

Saut melanjutkan, bila memang benar ada isu kebocoran maka diduga terdapat tiga kemungkinan penyebabnya. Kemungkinan pertama, isu tersebut merupakan analisa yang kemungkinan bisa salah. Kemungkinan kedua, isu tersebut memang fakta, namun sebuah fakta haruslah didukung dengan adanya bukti atau paling tidak sebuah petunjuk. Kemungkinan ketiga, isu tersebut memang kenyataan karena adanya indikasi atau potensi.

KPK sendiri, kata Saut sudah melakukan sejumlah langkah pencegahan seperti di delapan area intervensi di antaranya pada pos belanja barang dan jasa. "Dapat dilihat pada korsupgah.kpk.go.id. Bagaimana pemda atau kementerian atau lembaga yang disupervisi KPK. Selain itu ada Litbang lakukan banyak pendekatan tata kelola tentang banyak hal , misalnya tentang minyak dan gas, kehutanan, dan lain-lain," ujar Saut.

Sebelumnya, pada masa kampanye dan debat Pilpres 2014 lalu, Prabowo juga kerap mengungkit kata kebocoran anggaran. Menurut Prabowo pada saat itu, setiap tahun terjadi kebocoran sekitar Rp 1.160 triliun.

Menurut Prabowo, kebocoran itu sudah terjadi belasan tahun yang dimulai dari zaman Orde Baru tahap terakhir. Jadi, menurut Prabowo pada 2014 ini adalah tahun kolusi.

Kemudian, pada salah satu debat capres, Prabowo juga pernah mengucapkan kata bocor sebanyak 10 kali. Kata bocor yang dimaksudkan Prabowo misalnya mengenai sumber daya alam (SDA) Indonesia yang hasilnya sebagian besar mengalir ke luar negeri. Sehingga, bangsa Indonesia hanya merasakan sedikit hasil kekayaan alam miliknya.

Joko Widodo (Jokowi) yang pada saat itu belum menjadi presiden dan masih berstatus capres pernah menyindir Prabowo soal kebocoran. "Masa debat tiap hari isinya bocor terus? Memangnya pompa air," kata Jokowi pada 2014 lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement