Ahad 10 Feb 2019 19:38 WIB

Bandara Sepi, Pedagang Minta Pemerintah Cari Solusi

Warung makan di bandara yang biasa tutup tengah malam kini sudah tutup dari maghrib.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Indira Rezkisari
Kondisi area kuliner di Lombok International Airport (LIA) yang sepi dari pengunjung pada Sabtu (9/2).
Foto: Republika/Muhammad Nursyamsi
Kondisi area kuliner di Lombok International Airport (LIA) yang sepi dari pengunjung pada Sabtu (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK TENGAH -- Pedagang makanan dan minuman ringan di Lombok International Airport (LIA) mengeluhkan sepinya penumpang di bandara. Penurunan penumpang berdampak pada penghasilan berdagang.

Seorang pedagang makanan dan minuman ringan, Abdurahim mengatakan sejak gempa aktivitas bandara tidak seramai biasanya. "Sejak gempa sepi ditambah sekarang tiket mahal, bagasi bayar, makanya penumpang pada lewat bawah," ujar Abdurahim di LIA, Lombok Tengah, NTB.

Abdurahim mengatakan mahalnya harga tiket pesawat dan penerapan bagasi berbayar semakin menambah penderitaan Lombok yang sedang berjuang pulih dari dampak bencana. "Tiket mahal dan bagasi bayar, tamu (penumpang pesawat) sepi, otomatis jualan kita juga sepi. Lama-lama kita pelihara kambing dan kerbau di sini kalau begini terus," kata Abdurahim.

Pedagang lainnya, Baiq Samsiyah mengatakan kondisi saat ini jauh berbeda dibandingkan masa-masa sebelum gempa. Samsiyah mengatakan hasil dari berdagang aneka jajanan ringan dan nasi bungkus sudah cukup membantu untuk membiayai anaknya sekolah. Namun itu sebelum gempa.

"Sebelum gempa, lumayan (pemasukan) untuk biaya anak sekolah dan jajan anak-anak, sekarang jujur saja, tiga hari yang lalu, saya hanya dapat Rp 7 ribu dan Rp 5 ribu," ujar perempuan berusia 50 tahun tersebut.

Sepinya penumpang, kata Samsiyah, membuat dia kerap menutup warungnya lebih cepat dari biasanya. Jika pada sebelumnya, dia membuka warung hingga malam, kini maksimal setelah maghrib dia sudah menutup warungnya.

Samsiyah mengaku sedikit bernapas lega saat ada penerbangan untuk rombongan calon jamaah umrah. Pasalnya, dalam tradisi Sasak --suku Lombok-- rombongan calon jamaah umrah kerap diantar oleh keluarga dan sanak saudara ke bandara. Samsiyah berharap pemerintah, daerah dan pusat, mencari solusi agar kondisi LIA kembali normal.

"Kita minta tolong distabilkan biar ada yang beli. Tolong solusinya pemerintah. Bagi kami, nggak ada penumpang berarti nggak ada yang ke sini, dan anak-anak kita nggak bisa sekolah nanti. Saya tidak ingin anak-anak seperti saya yang hanya mampu berjualan kopi," ucap Samsiyah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement