REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Grup band D'Masiv menyebut pembajakan musik sebagai masalah serius yang perlu diatasi bersama. Seiring perkembangan zaman, pembajakan musik pun mereka anggap sudah bergeser wujudnya menjadi digital.
"Sekarang pembajakan bukan dalam bentuk fisik, download lagu secara gratis itu sudah ilegal," ungkap sang vokalis, Rian Ekky Pradipta, di sela konser mini "Yuk Jadi Sehat Sekaligus Dukung Antipembajakan Musik" di Sarinah, Jakarta, Ahad (10/2).
Di tengah maraknya pembajakan, D'Masiv tidak takut merilis album dalam bentuk fisik. Memiliki album dalam bentuk fisik, tidak cuma digital, menjadi kepuasan tersendiri bagi Rian, Kiki (gitar), Rama (gitar), Ray (bass), dan Why (drum).
Rian dan kawan-kawannya menyadari, jumlah orang yang mendengarkan album berbentuk cakram padat sudah tidak sebanyak dulu. Namun, tetap saja album fisik yang seolah menjadi 'ijazah' para musisi itu sangat berharga dan penting bagi mereka.
Paling tidak, ungkap Rian, album bisa menjadi barang koleksi atau memorabilia bagi penggemar. Pria 32 tahun kelahiran Yogyakarta itu pun yakin masih banyak D'Masiver (julukan untuk penggemar band D'Masiv) yang senang mengoleksinya.
Mengatasi risiko pembajakan, menurut Rian tantangan terbesar adalah semakin aktif berkarya dan berinovasi. Media untuk mendengarkan karya sudah sangat beragam membuat penikmat musik mudah teralih dan tidak terfokus pada satu pilihan.
Setiap musisi dinilai Rian harus aktif menjangkau pendengarnya. Termasuk, menginformasikan di mana karya legal mereka tersedia. Apabila ada kanal legal dengan harga terjangkau, dia yakin pembajakan sangat bisa dicegah.
"Dengan adanya layanan streaming murah bisa mengurangi pembajakan. Di era sekarang, media sosial termasuk penghubung yang sangat penting untuk memberikan informasi ke pendengar dan penikmat musik," kata Rian.