Senin 11 Feb 2019 10:54 WIB

Pendiri Masjid Salman Dimakamkan di Makam Keluarga Besar ITB

Hingga pengujung hidup, almarhum berusaha membahagiakan orang sekitarnya.

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Friska Yolanda
Pemakaman Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung yang juga pendiri Masjid Salman ITB Prof Toebagus M Soelaiman dimakamkan pada Senin (11/2) pagi.
Foto: Republika/Zuli Istiqomah
Pemakaman Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung yang juga pendiri Masjid Salman ITB Prof Toebagus M Soelaiman dimakamkan pada Senin (11/2) pagi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Almarhum Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung yang juga pendiri Masjid Salman ITB Prof Toebagus M Soelaiman dimakamkan pada Senin (11/2) pagi. Almarhum dimakamkan di makam keluarga besar ITB di TPU Cibarunay.

Sebelum dimakamkan, almarhum dishalatkan di masjid yang didirikannya, Masjid Salman ITB pada pukul 07.00 WIB. Kemudian, dilakukan upacara pelepasan oleh keluarga ITB di Aula Barat Kampus ITB, Jalan Ganesha.

Di lokasi pemakaman, puluhan kerabat dan kolega hadir mengiringi jenazah hingga ke persemayaman terakhirnya. Almarhum dimakamkan tepat di samping makam istrinya yang meninggal pada 2013 lalu. 

Anak kedua almarhum, Toebagoes Ahmad Moetawakil (59) mengatakan ayahnya meninggal di usia 92 tahun di rumahnya di Kota Bandung. Almarhum memang diketahui menderuta stroke sejak lama.

photo
Pemakaman Guru Besar Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung yang juga pendiri Masjid Salman ITB Prof Toebagus M Soelaiman dimakamkan pada Senin (11/2) pagi.

"Almarhum itu sudah stroke sejak 2004. Jadi memang sudah tidak bisa ngomong lagi, ngapa-ngapain juga susah. Tapi alhamdulillah sebelum meninggal masih bisa kumpul anak cucu," kata Moetawakil kepada Republika.co.id usai pemakaman.

Kesulitan komunikasi ini, kata dia, membuat tak ada pesan-pesan yang disampaikan almarhum hingga saat terakhirnya. Bahkan akibat stroke yang dideritanya, almarhum menjadi mudah lupa dengan memorinya.

Meski demikian, ia mengatakan almarhum ayahnya hingga menutup mata terus berusaha membahagiakan orang di sekitarnya. Ini ditunjukkan walaupun tidak bisa lagi beraktivitas, almarhum terus menebarkan senyum dan raut muka bahagia.

"Beliau terlihat sangat ingin berkomunikasi tapi tidak bisa. Beliau perlihatkan lewat ekpresi senyum, gestur matanya yang bahagia. Beliau selalu senang ketika berkumpul sama keluarga, teman-teman ITB dan Masjid Salman," tuturnya.

Ia mengungkapkan bahkan sesaat sebelum meninggal, almarhum pun masih menampakkan raut muka bahagia. Walaupun sedang demam dan lesu. Almarhum tetap berupaya membahagiakan lima anak dan tujuh cucunya yang ditinggalkan.

"Sampai akhir hayatnya kemarin walaupun demam letih lesu kita masih melihat seolah-olah mukanya memancarkan cahaya sehingga kita masih merasakan semangat yang beliau perjuangkan," ujarnya.

Selain aktif dan berkontribusi besar pada ilmu pengetahuan terutama di bidang fisika, almarhum juga dinilai aktif dalam bidang keagamaan. Bahkan sebelum sakit, almarhum masih beperan besar sebagai Ketua Pembina Yayasan Masjid Salman ITB.

Almarhum merupakan Guru Besar ITB yang lahir pada 5 Mei 1926. Sejak mudanya, almarhum sudah mendedikasikan diri sebagai guru matematika dan fisika di sekolah. Tahun 1949, beliau mengarang buku fisika dan mendapat beasiswa dari India Bengalengineering College Calcutta University. Tahun 1960 almarhum diangkat senagai guru besar ITB. Tahun 1963 mendirikan Masjid Salman ITB bersama dengan Achmad Noeman, Achmad Sadali, dan Ajat Sudrajat. Pada 2003 menuliskan buku terkenalnya yakni Berkawan Matahari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement