REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Sebanyak 40 ribu jiwa korban gempa bumi dan tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah(Sulteng) masih bertahan di tenda-tenda pengungsi. Anggota DPRD Kota Palu, Yopie Kekung membenarkan jumlah pengungsi yang masih berada di beberapa titik penampungan dengan korban bencana alam gempa,tsunami dan likuefaksi masih cukup banyak.
"Masalah pengungsi masih merupakan perhatian serius dari Pemerintah Kota(Pemkot) Palu," katanya.
Ia menjelaskan, selain memperhatikan kebutuhan pangan, pendidikan dan kesehatan, juga tentu penyelesaian data, baik kerusakan bangunan, korban jiwa maupun hilang. Semua korban, termasuk yang rumahnya rusak ringan sekalipun dipastikan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah. Begitu pula dengan ahli waris korban yang meninggal dan hilang akibat bencana alam gempabumi, tsunami dan likuefaksi.
Lokasi Bekas Likuefaksi akan Jadi Tempat Wisata
Pada 28 September 2018, Palu dan sejumlah wilayah di Sulteng diterjang gempabumi cukup dasyat berkekauatan 7,4 SR yang juga menimbulkan tsunami dan likuefaksi.
Dia juga meminta kepada warga yang belum terdata rumahnya yang rusak untuk proaktif melapor ke kelurahan setempat atau langsung ke pihak PUPR. Demikian juga dengan korban yang meninggal atau hilang.
"Silahkan laporkan siapa tahu datanya belum masuk," ujar Yopie.
Dia menambahkan, masih ada kesempatan bagi warga yang merasa bangunan rumahnya rusak, tetapi belum terdata di kelurahan dan PUPR.
Bencana alam yang terjadi di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong merupakan gempabumi terdasyat selama ini di Provinsi Sulteng dengan menewaskan ribuan jiwa dan memporak-porandakan bangunan rumah, perkantoran, infrastruktur jaringan listrik, irigasi,jalan, jembatan,telekomunikasi, rumah ibadah dan sempat melumpuhkan perekonomian di wilayah-wilayah terdampak.
Bencana gempa dan tsunami di Kota Palu dan sejumlah daerah di Sulteng mendapat perhatian internasional. Banyak relawan kemanusiaan peduli bencana yang datang dan ikut meringankan beban dan penderitaan para korban di provinsi ini.