Senin 11 Feb 2019 12:06 WIB

Patuhi Keberatan Maret Sebagai Batas Akhir Sertifikasi

PATUHI meminta Kementerian Agama meninjau ulang tenggat waktu sertifikasi

Rep: Ali Yusuf/ Red: Hasanul Rizqa
Wakil Ketua Umum Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri), Artha Hanif berbincang bersama awak redaksi Harian Umum REPUBLIKA di Jakarta Selatan, Rabu (28/10).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Wakil Ketua Umum Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri), Artha Hanif berbincang bersama awak redaksi Harian Umum REPUBLIKA di Jakarta Selatan, Rabu (28/10). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Permusyawaratan Antar-Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) mengeluhkan batas akhir Sertifikasi Travel Umrah yang diselenggarakan pemerintah. Seperti diketahui, setiap penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) harus bersertifikasi, seperti diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 8 Tahun 2018.

Menurut Ketua Harian PATUHI, Artha Hanif, tenggat waktu Maret 2019 tidak realistis bila semua PPIU diharuskan memiliki sertifikasi BPW dari Kementerian Pariwisata.

"Sekarang Menteri Agama targetkan siapa saja PPIU tidak mendapat sertifikasi Biro Perjalanan Wisata (BPW) dari Kementerian Pariwisata sampai Maret, maka izin akan dicabut. Ini kan menyulitkan PPIU," kata Artha Hanif saat berbincang dengan Republika.co.id, Senin (11/2).

Proses pengajuan sertifikasi juga dinilainya akan menghabiskan waktu yang lama, sehingga merugikan PPIU. Apalagi, jumlah PPIU di Indonesia tidak sedikit.

Sebagai informasi, ada sekitar 1.005 biro travel umrah dan haji khusus yang memiliki izin PPIU. Maka dari itu, Artha mengaku tidak yakin bila Kementerian Pariwisata dapat mengerjakan sertifikasi seluruh PPIU dalam waktu singkat, yakni hingga Maret 2019, batas waktu yang telah ditetapkan Menteri Agama.

"Batas akhirnya Maret kita sudah daftar, tapi mereka bilang nanti-nanti karena mereka juga punya keterbatasan dan akhirnya kita tidak mendapatkan sertifikasi," katanya.

Artha berharap, pihak Kementerian Agama mendengarkan masukan dari para PPIU terkait aturan sertifikasi ini. Misalnya, mempertimbang aturan tentang tenggat waktu sertifikasi yang harus selesai pada Maret 2019.

"Seharusnya, aturan itu tidak dipaksakan. Seharusnya kita itu dibina yang baik. Apalagi, PATUHI lahir merupakan saran dari Kementerian Agama yang tujuannya untuk mengatasi masalah internal," ucap dia.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement