REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Komisi Pemilihan Umum Thailand akan mempertimbangkan pencalonan putri Ubolratana Rajakanya Sirivadhana Barnavadi sebagai perdana menteri. Pertimbangan ini dilakukan setelah Maharaja Vajiralongkorn menyebut pencalonan Ubolratana sebagai sesuatu yang 'tak pantas' dan tidak konstitusional.
Komisi Pemilihan Umum Thailand juga akan mempertimbangkan usulan untuk melarang partai Thai Raksa Chart dalam pemilihan umum Maret mendatang. Partai Thai Raksa Chart adalah partai yang mencalonkan Ubolratana sebagai perdana menteri.
Gejolak politik selama tiga hari terakhir membuat rakyat Thailand berada diujung tanduk. Surat kabar Thailand Matichon melaporkan, Senin (11/2), kepolisian anti huru-hara ditempatkan di Provinsi Pichit, daerah yang akan dikunjungi Ubolratana pekan ini.
Tagar #coup menjadi trending di Twitter berbahasa Thailand. Sebuah dokumen yang menyatakan junta militer memecat komandan-komanda Angkatan Darat, Laut dan Udara juga menyebar di internet.
Asisten juru bicara pemerintah Kolonel Taksada Sangkhachan mengatakan dokumen itu palsu dan pemerintah akan mengajukan laporan tentah hal itu ke polisi. Pemilihan umum 24 Maret mendatang kaan menjadi pemilihan pertama di Thailand sejak kudeta tahun 2014.
Pada pekan lalu Ubolratana mengejutkan banyak pihak dengan maju dalam persaingan kursi perdana menteri. Melanggar tradisi yang melarang anggota kerajaan untuk terlibat dalam politik.
Ubolratana memang sudah melepas gelarnya dengan menikahi warga negara Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Ia mulai berakting di drama televisi dan film. Tapi dalam pertanyaan yang dibacakan di televisi Raja Vajiralongkorn mengatakan pencalonan kakaknya tersebut tidak pantas dan tidak sesuai dengan konstitusi.
Komisi Pemilihan Umum memiliki waktu sampai hari Jumat untuk memutuskan pencalonan Ubolratana. Para anggotanya tidak mungkin mengabaikan pernyataan raja yang sangat amat dihormati rakyat Thailand.
Sejak 1932 Thailand memang menggunakan sistem kerajaan konstitusional. Tapi raja memiliki pengaruh yang sangat kuat dan amat dipatuhi oleh rakyat Thailand.
Saat ini politik Thailand terpecah antara antara kelompok populis 'seragam merah' yang mendukung Thaksin Shinawatra dan kelompok konservatif royalis 'seragam kuning' yang beralinasi dengan militer. Kelompok royalis mengatakan akan mengajukan petisi untuk mengeluarkan Thai Raksa Chart yang memiliki aliansi dengan Thaksin dari pemilihan umum.
"Pernyataan kerajaan sudah menjelaskan partai tersebut melanggar hukum pemilihan umum," kata Sekretaris Jendral Asosiasi Pelindung Konstitusi Srisuwan Janya.
Ketua Partai Thai Raksa Chart Chaturon Chaisaeng menolak memberikan komentar tentang adanya permintaan untuk membubarkan partainya. Tapi Thai Raksa Chart sudah memberikan pernyataan. "Akan tetap maju ke pemilihan umum untuk menyelesaikan masalah-masalah negara," kata mereka.
Undang-undang Thailand melarang partai menggunakan anggota kerajaan untuk berkampanye. Thai Raksa Chart salah satu dari beberapa partai pro-Thaksin yang bersaing dalam pemilihan umum Maret mendatang.