Senin 11 Feb 2019 20:47 WIB

Lesunya Kajian Filsafat Islam Menurut Cendekiawan Kashmir

Kajian-kajian mutakhir perlu ditempuh untuk menyemarakkan kembali filsafat Islam.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Nashih Nashrullah
Filsafat Islam (ilustrasi).
Foto: students.ou.edu
Filsafat Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Studi filsafat Islam merupakan salah satu disiplin ilmu yang dinilai stagnan dan tak berkembang sigifnikan.

Hal tersebut disampaikan Pakar Komparatif Filosofi dan Studi Agama dari Central University of Khasmir, Hamidullah Marazi, menyoroti pentingnya mengkaji ulang berbagai pemikiran filsafat masa lalu. Hal itu guna menjawab masa depan filsafat dalam dunia Islam.

Hal itu disampaikan saat memberi kuliah umum di depan ratusan mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM). 

Langkah itu perlu dilakukan mengingat kajian kefilsafatan yang belum berkembang secara signifikan.

"Saat ini, pemikiran keislaman banyak dikaji dari aspek ilmu pengetahuan secara umum, tapi kajian tentang kefilsafatan masih belum banyak berkembang," kata Marazi, Senin (11/2).

Untuk itu, ia merasa, usaha-usaha melakukan kajian ulang pemikiran filsafat terdahulu perlu dilakukan. Selanjutnya, dari sana kajian-kajian yang ada dapat menjadi pijakan untuk pembangunan filsafat masa depan.

Dekan Filsafat UGM, Arqom Kuswanjono, mengatakan kegiatan rutin Fakultas Filsafat bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan berbagai isu kefilsafatan. Ini mengapa UGM menghadirkan tokoh-tokoh besar akademisi nasional maupun dunia.

Kali ini, menghadirkan pakar komparasi filosofi dan agama dunia. Selama 10 hari, selain mengisi kuliah umum, nantinya Prof Hamidullah Marazi akan mengajar mahasiswa Fakultas Filsafat di beberapa mata kuliah.

Pada kesempatan itu, Fakultas Filsafat UGM turut memperkenalkan filsafat Indonesia kepada mahasiswa-mahasiswa AS. Itu dilakukan lewat program School of International Training (SIT) Study Abroad pada 11-22 Februari 2019.

Kegiatan diikuti 19 mahasiswa dari 17 perguruan tinggi AS. Cornell University, Emory University, Tuft Universty, Duke University, State University, University of South, University of Colorado Boulder, dan Saint Michaels Collage.

Ada pula mahasiswa dari Bates Collage dan Gettysberg Collage. Melalui kegiatan itu, Arqom berharap, mahasiswa-mahasiswa AS dapat mengenal filsafat Indonesia yang didalamnya berisi begitu banyak elemen.

"Ada budaya, agama-agama di Indonesia, kearifan lokal, seni, bahasa dan Pancasila," ujar Arqom.

Ia menyebutkan, nantinya para mahasiswa tidak cuma akan belajar tentang beragam hal itu dari pakar-pakar UGM melalui perkuliahan. Namun, akan belajar langsung dari kehidupan masyarakat.

Selama dua pekan, mereka direncanakan tinggal di rumah warga di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, DIY. Mereka akan mengikuti aktivitas masyarakat untuk bisa memahami langsung kehidupan masyarakat Indonesia.

Kegiatan itu dirasa bisa memberikan gambaran tentang Pancasila, baik tentang kerukunan, toleransi, kerja sama sampai gotong royong. Hal ini sekaligus untuk menepis pandangan negatif tentang Islam.

"Dan menunjukkan Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang cinta damai dan toleran," kata Arqom.

Mereka juga akan diberikan kesempatan melakukan kunjungan ke sejumlah tempat wisata budaya dan sejarah. Mulai Kraton Yogyakarta, Candi Prambanan, sampai sentra-sentra batik di Yogyakarta.

Mereka juga akan diajak mengunjungi beberapa tempat peribadatan dan pendidikan keagamaan seperti gereja dan pondok pesantren. 

Salah satu mahasiswa dari Tufts University, Grace Schumaker, mengungkapkan alasannya mengikuti kegiatan itu.

Schumaker merasa tertarik belajar Bahasa Indonesia secara lebih dalam. Selain itu, ia mengaku tertarik dengan kebudayaan di Indonesia yang sangat beragam, dan belajar agama-agama di Indonesia.

"Tertarik untuk mengamati kehidupan masyarakat dalam menjalankan ajaran agama masing-masing," ujar Arqom.  

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement