REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Andi Komara mengatakaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) memuat hal-hal yang tidak diatur di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jenis-jenis kekerasan seksual seperti perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan pemaksaan perkawinan.
Selain itu, Andi mengatakan RUU PKS tidak hanya mengatur hukuman bagi pelaku kekerasan seksuak, tetapi juga mengatur pencegahaan kekerasan seksual. RUU PKS yang mengacu pada pengalaman para korban kekerasa seksual tersebut juga mengutamakan hak-hak terhadap korban yang selama ini kerap diabaikan.
"Dari pengalaman saya mendampingi korban kekerasan seksual memang sangat sulit, pasti polisi bilang kejadian tersebut suka sama suka. Terus ditanya kenapa ga langsung lapor. Mana mungkin korban bisa langsung lapor, kan ini terkait kesiapan mental. Orang yang baru diperkosa kan pasti trauma, butuh keberanian untuk melapor," kata Andi di Jakarta, Selasa (12/2).
Mengenai ada pihak yang menuduh RUU tersebut prozina, menurut dia, itu tuduhan yang tidak berdasar. Dia menduga ada pihak-pihak yang sengaja menyebarkan informasi yang salah kepada publik, seperti "jika orang tua menyuruh anak menggunakan jilbab tetapi anak tidak mau, orang tua dapat dipenjara".
"RUU PKS sama sekali tidak mengatur masalah pakaian, bisa dibaca satu per satu paaal di draf RUU PKS. Naskah yang asli ada di situs resmi DPR," kata dia.
Dia pun menyayangkan ada partai yang menolak RUU PKS di tengah jalan. "Harusnya Fraksi-PKS kalau menolak ya dari awal, kenapa ini sudah masuk prolegnas baru menolak," kata dia.