Selasa 12 Feb 2019 18:56 WIB

Tingkat Keamanan Pangan di Purbalingga Capai 85 Persen

Sedang disusun perda mengenai pengawasan penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yusuf Assidiq
Toko kelontong di pasar tradisional.
Foto: Yusuf Assidiq.
Toko kelontong di pasar tradisional.

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- Tingkat keamanan pangan di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, secara bertahap mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Purbalingga, Cipto Utomo, menyebutkan tingkat keamanan pangan di Purbalingga di 2018 sudah mencapai 85 persen.

''Dulu mungkin baru sekitar 75 persen, sehingga 25 persen makanan itu belum aman. Namun pada 2018, sudah naik menjadi 85 persen,'' jelasnya, di sela rapat koordinasi (Rakor) Jejaring Keamanan Pangan Terpadu (JKPT), di Purbalingga.

Cipto menargetkan, tingkat keamanan pangan di Purbalingga bisa ditingkatkan lagi. Paling tidak pada 2019, tingkat keamanan pangan sudah bisa mencapai 90 persen.

Untuk itu, dia menyatakan pihaknya akan terus melakukan kegiatan penyuluhan dan operasi makanan yang dijual kalangan pedagang di Purbalingga. Penyuluhan dilakukan untuk mengedukasi penjual makanan untuk tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya, seperti bahan pewarna maupun pengawet yang bisa berdampak negatif pada masalah kesehatan.

Menurutnya, Pemkab Purbalingga saat ini juga sedang menyusun perda mengenai pengawasan penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya. Bila perda tersebut telah disahkan, bisa menjadi payung hukum bagi DKPP Purbalingga dan instansi terkait keamanan pangan.

''Dengan adanya perda, maka tindakan dilakukan DKPP dan instansi terkait lainnya bisa lebih nyata,'' jelasnya.

Menyinggung kegiatan rakor yang dilaksanakan, Cipto menyebutkan, rakor diselenggarakan mengingat masalah keamanan pangan  tidak hanya menjadi tanggung jawab satu instansi, seperti  DKPP.

Tapi juga melibatkan instansi terkait lain seperti Dinas Kesehatan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap pangan olahan, Dinas Pertanian yang melakukan pengawasan pada produk pertanian dan peternakan, dan Kemenag yang bertugas mengecek kehalalan pangan.

Ia menyatakan, JKPT ini diharapkan bisa menjadi forum komunikasi antar instansi terkait dengan keamanan pangan. Dengan jejaring ini, kegiatan monotoring kegiatan pengamanan pangan akan menjadi lebih mudah dan cepat tertangani.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement