REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Indonesia, saat ini diuntungkan dengan adanya bonus demografi secara kependudukan. Menurut Gubernur Jawa Barat (Jabar), Ridwan Kamil, untuk memanfaatkan bonus demografi ia berencana akan merombak kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tidak sejalan kebutuhan ekonomi saat ini.
Sebab menurutnya, SMK menjadi salah satu penyumbang pengangguran terbesar di Jawa Barat. "Perombakan kurikulum SMK ini, bertujuan agar lulusannya bisa terserap kalangan industri atau perusahaan," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil kepada wartawan, Rabu (13/2).
Menurut Emil, nantinya kurikulum SMK di Jawa Barat akan dijadikan kemitraan dengan beberapa perusahaan penyedia lapangan pekerjaan. SMK itu yang mengelola Provinsi seperti gaji guru, subsidi siswa dan lainnya. Namun nantinya, SMK akan bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk masalah kurikulumnya.
"Nanti akan dijadikan kemitraan, jadi asetnya milik Pemprov, gurunya digaji Pemprov, anak-anaknya disubsidi Pemprov, tapi kurikulumnya nanti kurikulum Astra, nanti kurikulumnya kurikulum Indofood dan seterusnya," kata Emil.
Emil menjelaskan, dengan kekuatan Astra yang besar dan mayoritas usahanya di Jawa Barat maka bisa menyesuaikan dengan Pemprov Jabar untuk mengatasi problem yang ada. "Maka saya titip jangan sampai mereka (Siswa/i SMK) mendapatkan ilmu untuk tidak bekerja," kata Emil.
Oleh karena itu, kata Emil, diharapkan dapat diterapkan metode Teaching Factory (TEFA). Yakni suatu metode pembelajaran yang berorientasi produksi dan bisnis. Di mana pembelajaran melalui TEFA adalah proses penguasaan keahlian atau keterampilan yang dilaksanakan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk atau jasa yang dipesan oleh konsumen.
Emil pun, merangkul perusahaan untuk mendukung program-program pembangunan di Provinsi Jawa Barat. Hal itu dilakukan Emil, agar bisa menghadirkan sinergis antara program Pemprov Jabar dengan program yang diselenggarakan perusahaan pada Corporate Social Responsibility (CSR).
"Jadi, sebelum perusahaan mengucurkan CSR, ngobrol dulu ke Gubernur. Nanti Gubernur deteksi dulu ada masalah apa di Jabar, supaya jangan asal habis anggaran, tapi tidak efektif," kata Emil.
Emil mengatakan, ajakannya kepada perusahaan menjadi perwujudan teori pentahelix. Terobosannya itu pun sejalan dengan era birokrasi dinamis yang tengah diterapkannya saat ini bahwa pembangunan tidak hanya harus dilakukan oleh Pemerintah.
"Inilah teori membangun tidak harus dengan APBD, tetapi dengan teori pentahelix. ABGCM, yaitu Academy, Bussiness, Government, Community, dan Media," kata Emil.
Selain itu, kata Emil, perusahaan, bahwa Jawa Barat merupakan provinsi besar yang diperebutkan dalam segala hal baik itu dari sudut pandang bisnis maupun politik. "Sekitar 60 persen bisnis berebut di Jawa Barat, dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa," katanya.
Provinsi Jawa Barat, kata dia, punya banyak keuntungan bagi para investor. Di antaranya dekat dengan Jakarta. Selain itu, kata dia, laju ekonomi di Jawa Barat, selalu bagus, rata-rata di atas nasional setiap tahunnya.
Akan tetapi angka gini rasio agak besar, sehingga terdapat banyak ketimpangan. Sejahtera dinikmati kalangan menengah atas. Satu Desa Satu Perusahaan, Desa Digital, adalah sejumlah program yang digulirkan demi mengurangi ketimpangan yang ada. Program tersebut salah satunya perlu didukung perusahaan lewat CSR-nya.