REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rusia menerima komentar negatif menyusul istilah 'propaganda Rusia' yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Jokowi menyebut lawan politiknya menggunakan 'propaganda Rusia dalam berkampanye.
"Setelah istilah ini digunakan, kami menerima banyak komentar yang cukup negatif di Twitter dan (akun) media sosial kami, karena orang-orang mengira Rusia ikut campur urusan dalam negeri Indonesia," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobieva dalam press briefing di kediamannya di Jakarta, Rabu. (13/2)
Karena itu, Kedubes Rusia memilih menyampaikan pernyataan melalui akun Twitter @RusEmbJakarta pada 4 Februari 2019 untuk menanggapi komentar-komentar tersebut. Dubes Lyudmila menegaskan, bahwa negaranya tidak akan melakukan intervensi atau ikut campur dalam proses pemilu di Indonesia.
Kami menggarisbawahi bahwa posisi prinsipil Rusia adalah tidak campur tangan pada urusan dalam negeri dan proses-proses elektoral di negara-negara asing, termasuk Indonesia yang merupakan sahabat dekat dan mitra penting kami.
— Russian Embassy, IDN (@RusEmbJakarta) February 4, 2019
Ia memahami bahwa seperti halnya negara lain, masa kampanye sebelum pemilu selalu menjadi situasi yang sulit, di mana berbagai hal bisa menjadi isu. "Kami juga melihat bahwa penggunaan istilah 'propaganda Rusia' tidak tepat, karena itu salah. Istilah tersebut tidak didasarkan pada kenyataan, melainkan hanya hoaks, saya rasa," tutur Lyudmila.
Presiden Jokowi telah mengklarifikasi ungkapan 'propaganda Rusia' yang sempat diucapkannya. Menurut Jokowi, ungkapan tersebut tidak mengarah kepada negara Rusia, melainkan terminologi dari artikel lembaga konsultasi politik AS, Rand Corporation.
Ia mengungkapkan istilah 'propaganda Rusia' untuk mengacu pada semburan kebohongan, dusta, dan hoaks yang bisa menyebabkan ketidakpastian. Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa penggunaan istilah tersebut tidak memengaruhi hubungan bilateral Indonesia-Rusia yang terjalin sangat baik.