REPUBLIKA.CO.ID, Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang dikenal di Indonesia sejak 1960 sebagai wilayah yang banyak memproduksi senapan angin. Puluhan warga di sana berprofesi sebagai pengrajin dan memiliki bisnis rumahan yaitu senapan angin. Senapan angin ini dipakai oleh masyarakat seluruh Indonesia bahkan di dunia internasional.
Keterampilan warga Cipacing dalam membuat senapan angin diwarisi turun temurun dari sesepuh mereka. Seperti halnya, Cucu Suryaman (44) pengrajin senapan angin di RT 02 RW 03 Kampung Cipacing yang memiliki keterampilan membuat senapan dari sang kakek almarhum H Eyalya dan sesepuh setempat H Albar.
Saat ditemui di rumahnya, ia bercerita ketika masa sebelum kemerdekaan, warga Cipacing mulai membuat senapan angin untuk berjuang melawan penjajah. Terlebih, kakeknya sendiri pada saat itu bekerja di salah satu perusahaan yang kini bernama PT Pindad. Dari sana, kakeknya berinovasi membuat senapan angin.
Dua hal tersebut, menurutnya tonggak pertama yang membuat Desa Cipacing dikenal sebagai produsen senapan angin. Periode 1960-an, produksi senapan angin mulai berorientasi kepada bisnis dan mulai bermunculan pengrajin yang saat itu jumlahnya mencapai 10 orang warga.
Seorang pekerja di toko senapan angin milik Cucu Suryaman tengah membuat bagian senapan angin.
"Pada 1964 hingga tahun 1970an, penjualan senapan angin berkembang pesat. Dulu, bapak, H Maman Karli membuat senapan dan langsung sendiri menjualnya ke Jakarta," ujar bapak sembilan anak ini.
Menurutnya, pada 1971, ayahnya berinisiatif membuka kios yang menjual senapan angin dipinggir jalan raya Rancaekek, Kabupaten Bandung. Penjualan senapan dengan membuka kios merupakan yang pertama kali dilakukan ayahnya.
Dia mengungkapkan, H Dahlan Supardi, mantan guru yang juga kakeknya dari ibu turut memasarkan produk senapan angin hingga ke Kalimantan dan lainnya. Pemasaran yang luas membuat produk senapan angin Cipacing dikenal luas. Bahkan, tidak hanya dari Cipacing, produk dari Cikeruh dan Galumpit dipasarkan keluar Pulau Jawa oleh kakeknya tersebut.
"H Dahlan saat itu membentuk koperasi Bina Karya Cipacing hingga berlanjut dipimpin oleh Pak Idih. Selama itu pula terjadi pasang surut. Pada 2013, saya kemudian membuat koperasi sendiri di wilayah Cipacing yaitu Koperasi Cipacing Mandiri," katanya.
Ia mengatakan, sejak 2012 jenis senapan angin yang diproduksi tidak lagi manual atau harus dipompa. Namun saat ini banyak senapan angin yang menggunakan sistem gas tekan. Beberapa model di antaranya Bocap dan Predator. "Dulu monoton, sekarang kita modifikasi. Kita juga diberikan kepuasan membuat model yang lain asa kalibernya tidak boleh melebihi 4,5 ke atas," katanya.
Cucu Suryaman, Pengrajin Senapan Angin di Kampung Cipacing RT 02 RW 03 Desa Cipacing, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang yang juga Ketua Koperasi Cipacing Mandiri (Kocima), Rabu (13/2).
Cucu mengatakan saat ini di Cipacing jumlah pengrajin mencapai 30 orang. Mereka mayoritas adalah keluarga yang turun temurun memprodukai senapan angin. Seluruh produk di Cipacing pun sudah tersebar di seluruh Indonesia. Ke depan, ia berharap bisa menjual produknya ke luar negeri.
"Saya sedang membangun regulasi untuk ekspor karena kita tersendat regulasi. Pengiriman karena ada administrasi yang ditempuh, harus ada HAKI dan rekomendasi dari Mabes Polri. Itu lagi ditempuh," katanya.
Ia mengungkapkan, harga rata-rata senapan angin yang dijual dari mulai Rp 1,5 juta hingga Rp 16 juta. Tiap pengrajin menurutnya bisa menjual 50 hinga 100 senapan angin per bulan. Paling sedikit terjual lima buah senapan. Dia mengungkapkan penggunaan senapan angin saat ini banyak dipakai untuk lomba.
Cucu menambahkan periode 2013 menjadi masa kelam di hidupnya. Kala itu, dia terjerat kasus teroris karena menjual senjata api ke teroris. Saat itu, ia mengaku tidak mengetahui jika pembeli adalah jaringan dari teroris. Alasannya membuat senjata api dikarenakan harga senapan angin saat itu tengah pasang surut.
"Dulu harganya murah tapi bahan baku mahal. Sedangkan dulu (senjata api) bahannya lebih murah dari pada senapan angin. Tergiur iming-iming (uang) juga," katanya.
Seorang pekerja di toko senapan angin milik Cucu Suryaman tengah membuat bagian senapan angin.
Dia mengatakan, akibat perbuatannya tersebut dia divonis hukuman penjara enam tahun. Namun pada 2016 sudah keluar sebab dia ikut program pembebasan bersyarat. Dari sana, dia pun bertekad tidak lagi membuat senjata api.
Oleh karena itu, ia rutin berkoordinasi dengan Polsek Jatinangor dan Polres Sumedang dan Mabes Polri untuk mendorong pengrajin tidak membuat senjata api. Pembinaan pun terus dilakukan. "Sekarang pengrajin (buat senjata api) sudah tidak ada lagi di Cipacing tapi di luar masih ada. Itu di luar pengawasan kita," ungkapnya.
Ia menuturkan, sejak mendirikan koperasi dan menjalani hukuman, pada 2014, banyak permintaan dari masyarakat yang ingin membeli senapan angin dengan model terbaru. Saat ini, produksi senapan angin yang dijual relatif berjalan dengan baik.
Menurutnya, pihaknya berharap agar para pengrajin bisa bekerjasama dalam membangun Cipacing dan koperasi. Sementara itu, kepada pemerintah, beberapa pengrajin yang terkendala, mereka berharap ada perhatian dari pemerintah.
Industri senapan angin.
"Di Cipacing kita ingin ada ikon yang menunjukkan di sini produsen senapan angin. Kita juga mohon dibantu agar bisa bersaing dengan produk luar. Karena di luar membuat senapan angin sudah menggunakan mesin. Kalau di sini masih manual," katanya.
Cucu pun mengapresiasi pihak kepolisian yang banyak bekerjasama dan membina para pengrajin. Ia pun menambahkan jika saat ini kedua anaknya yang sudah besar banyak terlibat dalam pembuatan senapan angin.