Kamis 14 Feb 2019 08:20 WIB

Peneliti: Kasus Beras Busuk karena Distribusi tidak Baik

Kalau masalah menumpuk artinya proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik.

Ilustrasi pasokan beras di gudang Bulog
Ilustrasi pasokan beras di gudang Bulog

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilman menilai kasus 6.000 ton beras busuk di salah satu gudang Bulog di Sumatera Selatan terjadi karena adanya distribusi yang tidak baik. "Kalau masalah menumpuk, artinya selama ini proses distribusi beras belum terlaksana dengan baik," kata Ilman dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Rabu (13/2).

IIman menjelaskan penyaluran yang buruk tersebut karena mekanisme dan tata kelola distribusi tidak berjalan dengan lancar sehingga mengakibatkan beras turun mutu. "Kalau misalnya Bulog bisa ukur berapa suplai masuk, berapa permintaan, dan kapasitas gudang baik, harusnya sudah distribusikan dan mencegah tumpukan-tumpukan jadi busuk," ujarnya.

Karena itu, menurut dia, perbaikan dan peningkatan skema distribusi sangat penting sehingga tidak terjadi lagi penumpukan dan pembusukan beras di gudang. "Karena sangat disayangkan kalau beras busuk dan tidak dapat dipakai lagi," kata IIman.

Menanggapi temuan beras busuk ini, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arjun Ansol Siregal mengatakan pihaknya sedang memperbaiki mekanisme internal dengan melakukan sortasi dan pemisahan di unit gudang berbeda. Hal ini dilakukan agar beras yang masih baik tidak terkontaminasi oleh beras turun mutu yang sudah tidak layak untuk disalurkan.

Ia juga memastikan perawatan beras yang telah dilakukan Bulog saat ini bermanfaat untuk memperlambat penurunan mutu beras. "Kami tetap pastikan, beras yang kami distribusikan kepada masyarakat merupakan beras yang layak dikonsumsi," kata Arjun.

Dalam kesempatan terpisah, Guru Besar IPB Dwi Andreas mengatakan buruknya mekanisme distribusi yang menyebabkan terjadinya penumpukan beras terjadi karena program bantuan pangan non tunai yang kurang efektif. Kebijakan subsidi ini telah mengurangi pagu beras sejahtera (rastra) yang dulu mencapai 15 juta rumah tangga menjadi lima juta rumah tangga.

Selain itu, sistem yang memperkenalkan mekanisme e-warung ini tidak mewajibkan pengambilan beras dari Bulog karena masalah kualitas. Hal ini menyebabkan peran Bulog untuk menyalurkan rastra menjadi menurun, sehingga stok mengalami kelebihan di gudang.

Menurut dia, apabila Bulog mempunyai beras dengan kualitas yang bagus yang disertai dengan pengemasan baik maka beras bisa bertahan hingga enam bulan atau lebih. "Kalau beras buruk, beberapa minggu juga sudah busuk," ujar Dwi Andreas. 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement