REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Bom bunuh diri menewaskan 27 anggota elite Pengawal Revolusi Iran. Serangan juga mengakibatkan 13 orang lainnya terluka. Kantor Berita Iran, Fars melaporkan, kelompok Jaish al Adl mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri tersebut.
Sebuah video yang diunggah Fars menunjukkan puing-puing di lokasi serangan, yakni di Provinsi Sistan dan Baluchistan, dekat perbatasan Pakistan. Satu uni kendaraan yang dipenuhi dengan bahan peledak melaju dan menabrak bus yang ditumpangi oleh para anggota Pengawal Revolusi Iran.
Lokasi serangan berada di daerah yang bergejolak. Di sana para gerilyawan dan penyelundup narkoba bersenjata beroperasi.
Serangan ini menjadi peringatan baru bagi keamanan Iran. Komandan Pengawal Revolusi senior, Ali Fadavi mengeluarkan peringatan kepara musuh-musuh Iran atas terjadinya serangan tersebut. "Tanggapan kami dalam membela Revolusi Iran tidak terbatas, para musuh akan menerima respons yang sangat tegas dari Pengawal Revolusi," ujar Fadavi, Kamis (14/2).
Serangan bom bunuh diri tersebut merupakan yang terburuk bagi pasukan elite Iran. Diperkirakan pasukan elite Iran berkekuatan 125 ribu personel yang terdiri dari pasukan angkatan laut dan udara.
Pasukan ini menjadi garda depan pemerintahan ulama Syiah di Iran sejak Revolusi Iran pada 1979. Selain itu, pasukan elite tersebut juga beroperasi di luar perbatasan Iran, seperti Irak dan Suriah.
"Anak-anak militer dan intelijen Iran akan membalas dendam atas insiden ini," ujar Juru Bicara Kementarian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi.
Pasukan militer Iran menembakkan rudal ke militan ISIS di Suriah pada 2017 dan 2018. Penembakkan ini dilakukan setelah ISIS mengaku bertanggung jawab atas dua serangan di Teheran dan Ahvaz. Sementara itu, pada 2018 pasukan militer meluncurkan rudal kepada kelompok oposisi bersejata Kurdi Iran di Irak utara.
Sementara itu, Jaish al-Adl merupakan kelompok suni yang muncul sebagai gerakan oposisi bersenjata di wilayah tenggara Iran. Kelompok sunni yang lain yakni Jundullah memutuskan untuk bergabung dengan Jaisl al-Adl, setelah pemimpin meraka ditangkap, diadili, dan dieksekusi pada 2010.