REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memberi kepastian pengurusan perizinan konstruksi gedung dan properti. Kepastian pengurusan izin ini diharapkan bisa memperbaiki peringkat indeks kemudahan berusaha atau ease of doing business (EoDB) Indonesia, yang turun ke posisi 73 dari 190 negara pada 2019.
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute (JPI) Wendy Haryanto mengatakan penurunan peringkat Indonesia dalam laporan tahunan kemudahan berusaha yang dikeluarkan Bank Dunia itu disinyalir karena perizinan gedung tinggi yang kompleks.
"Pemerintah hanya perlu memberi kepastian dalam mengurus izin. Ambil contoh ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menjanjikan waktu delapan bulan untuk mendapat IMB, deadline (tenggat waktu) tersebut benar-benar harus dipatuhi. Kenyataannya, dibutuhkan waktu rata-rata 21 bulan untuk mendapat izin tersebut," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (14/2).
Menurut Wendy, ketidakpastian seperti itu dapat mematahkan semangat para investor untuk berinvestasi di Jakarta, terutama investasi properti yang menyumbang hampir 20 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Jakarta. "Untuk memperbaiki peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia, salah satu kuncinya adalah dengan memperbaiki proses perizinan konstruksi di Jakarta, yang merupakan salah satu dari dua kota yang menjadi tolok ukur penilaian indeks kemudahan berbisnis Bank Dunia di Indonesia," ujarnya.
Perizinan konstruksi merupakan salah satu dari 10 indikator penilaian indeks kemudahan berusaha dari Bank Dunia. Namun, kinerja Indonesia dalam indikator tersebut terlihat buruk karena menempati posisi 112 dari 190 negara atau lebih rendah dari negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia (peringkat 3), Singapura (peringkat 8), dan Vietnam (peringkat 21).
Dengan demikian, Wendy menyebut perizinan konstruksi menjadi aspek penting dalam perbaikan tingkat EoDB. "Di antara 10 proses perizinan konstruksi yang diukur, ada beberapa sektor yang kinerjanya sudah cukup baik. Misal, memperoleh sambungan listrik, mengurus kepailitan dan mendapatkan pinjaman. Namun, untuk meningkatkan peringkat kemudahan berusaha secara utuh, Indonesia perlu upaya lebih keras memperbaiki aspek-aspek yang buruk," jelasnya.
Sektor properti dan konstruksi memegang andil besar dalam perekonomian di Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, lebih dari 40 persen investasi langsung yang masuk ke Jakarta berasal dari sektor real estat, perkantoran, dan konstruksi.
"Namun, berinvestasi di Jakarta bukan hal yang mudah. Selain harus melewati 21 bulan untuk mendapatkan IMB, ada 39 peraturan yang kompleks yang juga harus dipatuhi," ungkapnya.
Wendy menegaskan bahwa berbagai permasalahan perizinan konstruksi di Jakarta perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, karena masalah ini langsung mempengaruhi peringkat kemudahan berusaha Indonesia di mata dunia.
Permasalahan ini juga berdampak langsung terhadap lebih dari 650 ribu (sekitar 14 persen) pekerja sektor konstruksi, keuangan, dan real estat di Jakarta.
Wendy menambahkan, lambat dan rumitnya perizinan konstruksi mengakibatkan tersendatnya pemenuhan kebutuhan papan masyarakat Jakarta yang saat ini kekurangan 1,2 juta rumah berdasarkan data BPS 2015.