Jumat 15 Feb 2019 16:13 WIB

Sambut Tanwir, Haedar Nashir Bicara Literasi Pencerahan

Menkominfo mengapresiasi Muhammadiyah dan gerakan-gerakan literasinya

Rep: Ali Yusuf/ Red: Hasanul Rizqa
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpidato di Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, Kamis (14/2).
Foto: Republika/Ali Yusuf
Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpidato di Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, Kamis (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Adanya media sosial memungkinkan  setiap orang untuk memproduksi informasi apa saja dan kapan saja. Hal itu membedakannya dari media massa yang di dalamnya masih terdapat aspek kendali oleh sidang redaksi.

Hal itu disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Menurut dia, di media sosial kini fakta telah dikalahkan oleh opini. Dengan begitu, pernyataan-pernyataan yang secara fakta salah bisa dianggap benar bila diopinikan demikian. Karena itu, Haedar mengusulkan adanya literasi pencerahan, khususnya di media sosial.

Baca Juga

“Maka di forum tanwir (Muhammadiyah) ini kita juga akan menggunakan diksi 'literasi pencerahan.' Diksi ini harus digelorakan, sebab cerah itu bagus dan Islam itu mencerahkan," kata Haedar Nashir dalam acara Seminar Pra-Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu, Kamis (14/2).

Turut hadir dalam acara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan para ketua Muhammadiyah, yakni Prof Dadang Kahmad, Prof Yunahar Ilyas, Agus Taufiqurahman, dan Dahlan Rais.

Lebih lanjut, cendekiawan kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu menuturkan, Muhammadiyah dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk menggerakkan gelombang literasi yang berkeadaban. Gerakan itu bertujuan melawan informasi yang membodohkan.

“Kita lawan hasrat-hasrat alamiah dan primitif seperti kebencian, amarah. Naluri-naluri seperti ini ketika menemukan ruang, maka seperti benih yang menyebar. Keburukan-keburukan itu lama kelamaan akan seolah-olah menjadi benar”, ujar dia.

Khususnya bagi generasi muda. Menurut Haedar, literasi yang mencerahkan harus mengajarkan anak-anak muda supaya cerdas dan kritis. Dua hal itu adalah ciri-ciri ulil albab, yaitu orang yang memperoleh petunjuk dan cerdas pemikirannya. Ketika bermedia sosial, mereka diharapkan mampu melakukan seleksi atas berbagai teks atau pesan yang sampai. Hal itu penting untuk mereka mememutuskan, apakah ikut menyebarkan pesan itu ataukah tidak.

“Kalau otak kita terbiasa mengolah (teks), maka akan menjadi cerdas”, demikian Haedar Nashir.

Pada kesempatan yang sama, PP Muhammadiyah juga meluncurkan buku Fikih Informasi. Kandungan buku itu adalah hasil perumusan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dan Majelis Pustaka dan Informasi.

Adapun Menkominfo Rudiantara menyambut gembira dirumuskannya Fikih Informasi. Dia berharap buku itu tidak hanya dibaca kalangan warga Muhammadiyah, tetapi juga masyarakat luas. Muhammadiyah diapresiasi lantaran terus menjadi lokomatif gerakan-gerakan melek informasi yang sehat.

“Buku Fikih Informasi Muhammadiyah sangat membantu saya untuk bicara kemana-mana. Saya berharap Muhammadiyah dapat menarik gerbong masyarakat untuk lebih melek informasi yang sehat. Saya sangat berterimakasih” sambut Menkominfo.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement