Sabtu 16 Feb 2019 12:37 WIB

870 Ribu Balita Tewas Akibat Konflik Global

Pejuang yang tewas dalam perang mencapai 175 ribu orang.

Rep: lintar satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.
Foto: Yahya Arhab/EPA
Seorang anak Yaman yang terkena wabah kolera dirawat di sumah sakit setempat di Sana'a, Yaman. Menurut laporan PBB tiga juta balita Yaman terancam malnutrisi akibat konflik berkepanjangan antara dua pihak yang masing-masing didukung Arab Saudi dan Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, MUNCHEN -- Organisasi perlindungan anak Save the Children mengungkapkan jumlah anak-anak yang tewas di medan perang lima kali lebih banyak dibandingkan mereka yang berperang. Laporan ini berdasarkan pemantauan sepanjang tahun 2013 sampai 2017.

"Hari ini lebih banyak anak-anak yang hidup di lingkungan yang terdampak konflik dibandingkan dua dekade terakhir," kata CEO Save the Children Australia, Paul Ronald seperti dilansir di Time, Jumat (15/2).

Baca Juga

Data yang dirilis di Konferensi Keamanan Muenchen ini menunjukan setidaknya 870 ribu anak dibawah lima tahun kehilangan nyawa mereka karena konflik bersenjata. Jumlahnya hampir lima kali lebih besar dibandingkan pejuang yang tewas dalam periode yang sama yakni 175 ribu orang.

Laporan ini berdasarkan analisa di 10 konflik bersenjata terburuk bagi anak di dunia. Termasuk di Afghanistan, Yaman, dan Suriah. Banyak kematian anak-anak disebabkan dampak tidak langsung dari perang.

Kelaparan, tidak adanya akses kesehatan, sanitasi dan infrastruktur yang memadai serta ketiadaan obat-obatan menjadi faktor utama kematian anak di medan perang. Terutama dalam perang Yaman, yang mana diperkirakan ada 85 ribu anak-anak dibawah lima tahun meninggal dunia karena kelaparan atau sakit.

Tahun lalu foto seorang anak 7 tahun, Amal Hussain di ranjang rumah sakit di sebelah utara Yaman menjadi simbol krisis kemanusiaan di negara itu. Orang tua Hussain melaporkan putri mereka meninggal dunia satu pekan setelah foto tersebut diambil.

Laporan ini juga menunjukan pada tahun 2017 sekitar 430 juta anak tinggal di zona konflik. Naik 30 juta anak dibandingkan tahun sebelumnya.

"Sangat mengejutkan pada zaman sekarang ini prinsip dan moral yang sangat sederhana kita mundur ke belakang, anak-anak dan wargi sipil tidak boleh menjadi sasaran, apa pun yang terjadi," kata Ronald.

Tekanan terhadap pemerintah asing menghentikan bantuan material dan lainnya ke koalisi yang dipimpin Arab Saudi terus meningkat. Ronald meminta Australia untuk menghentikan ekspor pertahanan ke Arab Saudi. Ia mengatakan pasokan peralatan militer merusak bantuan kemanusiaan Australia.

Pada hari Rabu (14/2) kemarin House of Representative Amerika Serikat (AS) meloloskan resolusi yang bertujuan untuk mencabut bantuan AS ke koalisi Arab Saudi. Langkah tegas parlemen AS yang berseberangan dengan Presiden AS Donald Trump.

Sejak akhir tahun lalu anggota legislatif AS memang sudah meminta pemerintah mereka untuk menarik bantuan ke koalisi Arab Saudi di perang Yaman. Selain karena kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi parlemen AS menilai Yaman sudah berada di jurang krisis kemanusiaan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement