Oleh Bambang Noroyono
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik di kepolisian biasanya punya alasan subjektif dalam melakukan penahanan terhadap tersangka. Salah satu alasan, kekhawatiran penyidik jika tersangka menghancurkan atau menghilangkan barang bukti tindak kejahatannya.
Lantas mengapa Satgas Antimafia Sepak Bola tak melakukan penahanan terhadap Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepakbola Indonesia (PSSI) Joko Driyono (Jokdri)? Padahal, menengok kasusnya, Satgas Antimafia Bola menetapkan status tersangka terhadap Jokdri atas kasus pencurian, penghancuran, dan penghancuran barang bukti terkait skandal pengaturan dan manipulasi pertandingan di kompetisi sepak bola nasional.
Dengan penetapan itu, bukankah satgas perlu jika Jokdri melakukan pengapusan jejak keterlibatannya dalam kasus yang menerpanya saat ini? Namun kekhawatiran satgas justru bukan itu, melainkan jika Jokdri kabur ke luar negeri.
Karena itu, Ketua Satgas Antimafia Bola Brigjen Hendro Pandowo menyampaikan, tim penyidik yang dia pimpin, menetapkan status cekal terhadap Jokdri. Jokdri saat ini menjadi satu-satunya dari 15 nama tersangka terkait penyidikan di satgas yang dicekal ke luar negeri.
“Sehari setelah saudara JD (Jokdri) ditetapkan sebagai tersangka (14/2), satgas mengeluarkan surat ke Imigrasi untuk dilakukan pencekalan. Karena kami mencurigai yang bersangkutan melarikan diri ke luar negeri,” ujar Hendro saat menjawab pertanyaan Republika, Sabtu (16/2).
Ketua Satgas Antimafia Bola Brigjen Hendro Pandowo (kedua dari kiri). (Republika/Bambang Noroyono)
Pencekalan Jokdri berlaku selama 20 hari sejak surat ke Imigrasi dikeluarkan oleh Mabes Polri. Kekhawatiran satgas meninggi mengingat Jokdri merupakan pejabat teras federasi nasional yang kerap mondar-mandir ke luar negeri menghadiri rangkaian kegiatan sepak bola di Asia (AFC), pun juga dunia (FIFA).
Namun, Hendro mengatakan, penahanan terhadap Jokdri bisa saja dilakukan jika satgas punya penilaian subjektif lainnya. Apalagi, satgas bukan cuma menetapkan Jokdri sebagai tersangka atas kasus penghancuran barang bukti.
Ia mengatakan, Jokdri juga dibutuhkan keterangannya sebagai saksi dalam kasus tersangka lainnya. “Karena itu, nanti Senin (18/2), saudara JD akan kembali kita periksa. Baik kapasitasnya sebagai tersangka, dan kapasitasnya sebagai saksi atas kasus keterlibatannya yang lain,” sambung Hendro.
Jokdri menjadi tersangka yang ke-15 selama 46 hari setelah Satgas Antimafia Bola terbentuk. Jokdri disangkakan Pasal 363, 232, 363 juncto Pasal 55 KUH Pidana tentang, pencurian, penghancuran, pengrusakan alat bukti dan tempat kejadian tindak kejahatan, dengan pemberatan sebagai orang yang menyuruh melakukan tindak kejahatan. Jokdri terancam dua sampai empat tahun penjara jika terbukti bersalah dipengadilan.
Sebelum satgas menetapkan Jokdri tersangka, tiga anak buahnya, yakni Muhammad Mardani Mogot, Musmuliadi, dan Abdul Gofur juga ditetapkan tersangka. Tiga nama tersebut yang melakukan pencurian, pengrusakan, dan penghancuran alat bukti di bekas kantor PT Liga Indonesia (LI) yang digeladah satgas, pada Jumat (1/2).
Selain nama-nama tersebut, satgas sejak Januari 2019 juga menetapkan 11 tersangka lain yang terlibat dalam aksi pengaturan dan manipulasi pertandingan di Liga 3, Liga 2, dan Liga 1. Enam di antaranya, dalam tahanan Polda Metro Jaya. Di antaranya, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Johar Lin Eng, dan anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI Dwi Irianto. Pekan ini, satgas akan melimbahkan berkas perkara untuk enam tahanan tersebut, ke jaksa penuntut.