Selasa 19 Feb 2019 06:41 WIB

Gapmmi Minta Pemerintah Bentuk Tim Negosiasi Hambatan Tarif

Produk Indonesia yang diekspor ke Afrika dikenakan tarif bea masuk di atas 30 persen

Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) berharap pemerintah membentuk tim negosiasi khusus hambatan tarif. Tim khusus ini nantinya yang akan merundingkan pelonggaran hambatan perdagangan (trade barrier) antarnegara.

"Kami berharap pemerintah membentuk tim (negosiasi) khusus yang intensif merundingkan dalam konteks antarnegara, mengingat banyaknya hambatan perdagangan berupa tarif dan non-tarif yang perlu kita bahas secara mendetail," ujar Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman kepada wartawan di Tangerang, Banten, Senin (18/2).

Baca Juga

Adhi menjelaskan bahwa saat ini model perundingan perdagangan di masing-masing negara dilakukan melalui semacam barter komoditas ekspor. Ketua Gapmmi itu juga mengungkapkan bahwa hambatan tarif yang paling rumit dihadapi oleh pihaknya saat ini yaitu di kawasan Afrika dan Amerika Latin.

"Sekarang Afrika dan Amerika Latin, itu rata-rata (hambatan tarifnya) di atas 30 persen untuk pangan olahan, makanya kami usulkan supaya mudah dan cepat yakni melalui preferential trade agreement (PTA) yang memungkinkan terjadinya barter," tuturnya.

Ia berharap dengan Presiden Joko Widodo memberikan perhatian, mudah-mudahan wacana pembentukan tim negosiasi khusus itu bisa segera ditindaklanjuti oleh kementerian terkait dalam rangka mendorong ekspor Indonesia lebih baik.

Sebelumnya pengamat Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyarankan agar pemerintah mengalokasikan lebih banyak anggaran bagi tim negosiasi atau perunding dalam menghadapi wacana proteksionisme atau pembatasan impor produk Indonesia dari negara-negara lain.

Dia menjelaskan bahwa selama ini kekurangan dari ekspor terjadi salah satunya akibat kinerja dari tim perundingan atau negosiasi yang dianggap masih lemah, karena kemungkinan anggaran yang kurang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement