REPUBLIKA.CO.ID, BEERSHEBA -- Israel meluncurkan sistem pengaduan kejahatan dunia maya, yakni Computer Emergency Response Center (CERT). Sistem ini mempermudah pengaduan jika terjadi peretasan dan mengirimkan bantuan dengan cepat.
"Kami bertugas mengurangi kerusakan secepat mungkin, mempelajari ancaman, dan menyebarkan pengetahuan yang diperlukan. Serangan dunia maya tidak hanya terbatas pada kerusakan properti atau finansial, namun juga dapat mengancam jiwa," ujar Direktur CERT Lavy Shtokhamer, Senin (18/2).
Shtokhamer mengatakan, dalam beberapa kasus, CERT akan mengirimkan tim ahli kepada pengguna komputer yang terkena hack atau telah diretas. Sejak diluncurkan tiga pekan lalu, CERT telah menerima 100 pengaduan per hari yang sebagian besar menjadi korban kejahatan dunia maya.
Selain itu, CERT juga mengelola sebuah ruang diskusi yang dapat menghubungkan antara para petugas teknologi dari perusahaan-perusahaan besar Israel untuk berbagi informasi tentang pelanggaran data. Kriminolog Universitas Cardiff Michael Levi telah memberikan masukan kepada Uni Eropa dan badan-badan di bawah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang keamanan dunia maya. Menurutnya, sistem pengaduan yang dibuat oleh Israel merupakan hal yang unik dan dapat diaplikasikan di negara lain.
"Semakin dini Anda mendapatkan laporan, maka semakin banyak yang dapat dicegah. Kuncinya adalah tidak ada kebocoran, menggunakan pola untuk membangun penilaian ancaman yang baik, dan respons yang cepat," kata Levi.
Di kantor pusat CERT terdapat 20 terminal responden dengan layar besar. Salah satunya menunjukkan peta dunia dengan serangan dunia maya, dan negara asal server komputer yang digunakan oleh para peretas. Saat Reuters meninjau fasilitas tersebut, negara asal server komputer yang digunakan peretas berada di Amerika Serikat bagian timur laut, Eropa Barat, dan Indonesia. Keahlian dunia maya Israel secara luas diyakini telah digunakan dalam sabotase terhadap program nuklir Iran, dan perangkat lunak pengawasan untuk klien asing.