Selasa 19 Feb 2019 07:31 WIB

Luhut: Perwira Aktif TNI-Polri Masuk Pemerintahan Dibahas

Perwira aktif masuk TNI-Polri diupayakan tak melanggar netralitas institusi.

Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan Kuliah Umum, di Universitas Sumatera Utara, Medan, Senin (18/2/2019).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan Kuliah Umum, di Universitas Sumatera Utara, Medan, Senin (18/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan pemerintah akan membahas kemungkinan perwira aktif TNI-Polri bisa masuk dalam pemerintahan tanpa melanggar ketentuan netralitas kedua institusi tersebut. Hal tesebut dikatakan dia dalam menanggapi isu terkait masuknya TNI-Polri aktif dalam instansi pemerintah.

"Namun, juga tidak melanggar netralitas kedua lembaga institusi tersebut, dan sesuai dengan tupoksi," katanya usai menyampaikan kuliah umum kepada mahasiswa Universitas Sumatera Utara di Auditorium USU di Medan, Senin (18/2).  

Pemberdayaan TNI-Polri, menurut dia, hanya berlaku untuk sejumlah instansi pemerintah yang membutuhkan sosok dengan latar belakang ilmu dan pengalaman dari seorang perwira TNI maupun Polri. Misalnya, katanya, di sejumlah instansi yang dibawahi oleh Kementerian Kemaritiman membutuhkan orang-orang yang mengerti tentang wilayah, strategi, dan tantangan yang akan dihadapi.

"Kemudian juga akan lebih mudah berkoordinasi dengan TNI-Polri untuk memutuskan target pemerintah dalam instansi yang bersangkutan," ujar dia

Pada kesempatan itu, Luhut juga mengatakan, pentingnya mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USU) menghindari hoaks atau berita yang tidak benar, karena dapat menimbulkan keresahan. "Mahasiswa diharapkan tidak perlu menanggapi berita bohong," kata dia dalam kuliah umum itu.

Kuliah umum itu dengan tema "Wawasan Kebangsaan Menuju Kedaulatan Pangan, Maritim, dan Daya Saing Bangsa Dalam Era Revolusi Industri 4.0". Sebagai seorang mahasiswa, menurut dia, harus bisa menganalisa mana berita yang benar dan tidak benar, karena hal itu juga untuk kepentingan bersama.    

"Mahasiswa harus bersikap jujur dan tidak perlu berbohong karena hal tersebut adalah perbuatan yang tidak baik," ujar Luhut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement