REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menargetkan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai insentif fiskal untuk perusahaan yang mengembangkan vokasi dan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) rampung pada bulan depan. Insentif tersebut berupa super deduction tax, yakni insentif pajak dengan memperbesar faktor pengurang Pajak Penghasilan (PPh) (tax allowance) secara jumbo agar PPh yang dibayarkan badan usaha makin kecil.
Insentif fiskal ini rencananya akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi, serta melakukan kegiatan litbang untuk menghasilkan inovasi. Menurut Sri, pemerintah sudah melakukan pipeline sejak akhir 2018 dan terus melakukan harmonisasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Sri menuturkan, apabila harmonisasi tersebut dapat berjalan dengan lancar, tidak menutup kemungkinan PMK dapat keluar lebih cepat. "Mungkin saja cukup dalam waktu dua pekan," tuturnya saat ditemui usai acara Dialog Ekonomi dan Kebijakan Fiskal di Jakarta, Selasa (19/2).
Sri menjelaskan, pemerintah memiliki banyak insentif. Selama APBN kuat, ia ingin desain insentif yang memang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Tapi, sebaliknya, Sri juga ingin agar jumlah kesempatan kerja dan peningkatan kualitas SDM dapat tercipta.
Kebijakan super deduction tax juga merupakan insentif dan apresiasi pemerintah kepada perusahaan yang ingin meningkatkan kapasitas pekerja mereka. Di sisi lain, Sri menambahkan, insentif ini sebagai bentuk antisipasi pemerintah menghadapi revolusi industri 4.0.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan (BKF) Suahasil Nazara menjelaskan, skema insentif fiskal berupa super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen akan diberikan secara selektif agar tepat sasaran.
Suahasil menuturkan, tujuan dari peningkatan insentif ini adalah agar Indonesia dapat lebih berdaya saing dengan negara lain. Selain itu, membantu menekan jumlah pengangguran seiring dengan program vokasi dari perusahaan.
Untuk pendidikan vokasi, Suahasil menuturkan, perusahaan tidak harus membuat program sendiri. Mereka dapat membantu memberikan peralatan maupun bantuan modal kepada sekolah yang dituju. "Intinya, agar institusi pendidikan dapat berjalan selaras dengan industri," katanya.
Skema super deduction sendiri sudah terlebih dahulu diterapkan negara lain seperti Malaysia yang memberikan tambahan 100 persen untuk biaya litbang. Bahkan, Singapura memberi tambahan hingga 300 persen untuk pengeluaran litbang yang memenuhi kualifikasi. Jepang juga memberikan insentif berupa tax credit untuk pengeluaran litbang sejumlah perusahaan.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya mengusulkan super deduction tax 300 persen bagi perusahaan yang berinvestasi melaksanakan litbang dan insentif untuk investasi pendidikan vokasi. "Keduanya termasuk yang terkait dengan teknologi industri 4.0," ujarnya dalam rilis yang diterima Republika, beberapa waktu lalu.
Airlangga menambahkan, aspirasi besar dalam Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030. Sasaran tersebut dapat tercapai dengan dukungan kontribusi ekspor neto 10 persen dari PDB, produktivitas naik dua kali lipat dan anggaran riset sebesar dua persen dari PDB.
Selain itu, upaya pemerintah lainnya adalah pembangunan showcase dan pusat industri 4.0. Hal ini guna mendorong penguatan infrastruktur lembaga litbang Kemenperin terkait teknologi industri 4.0 dan pembangunan fasilitas untuk peningkatan kemampuan SDM industri di era industri 4.0.