REPUBLIKA.CO.ID, MANAGUA -- Petani yang membantu memimpin aksi protes terhadap Presiden Nikaragua Daniel Ortega tahun lalu pada Senin (18/2) divonis 216 tahun penjara. Hukuman itu dijatuhkan beberapa hari setelah para pemimpin bisnis meminta pemerintah membebaskan tahanan yang dianggap tahanan politik.
Hakim memvonis Medardo Mairena setelah petani itu dinyatakan bersalah pada Desember lalu terkait terorisme, pembunuhan, dan kejahatan terorganisasi. Tuduhan tersebut dibantah oleh Medardo.
Sebelum ditahan pada Juli lalu, Medardo merupakan anggota oposisi yang berpartisipasi dalam dialog dengan pemerintah. Dialog itu pun tidak membuahkan hasil.
Lebih dari 320 orang tewas dalam aksi protes terhadap Ortega tahun lalu, setelah pendukung pemerintah dan polisi menembaki kerumunan massa. Sejak saat itu, aksi turun ke jalan meruncing dan pemerintah menekan media oposisi dan sejumlah organisasi yang dianggap mendukung aksi protes tersebut.
Selama akhir pekan, pemerintah dan kelompok pengusaha menggelar pertemuan guna memulai kembali pembicaraan untuk mengakhiri krisis yang menghancurkan perekonomian negara Amerika Tengah itu. Kelompok pengusaha meminta pembebasan lebih dari 600 orang yang mereka anggap sebagai tahanan politik.
Mairena merupakan pemimpin gerakan yang menentang proyek pembangunan terusan yang didukung Chna. Terusan tersebut nantinya akan menghubungkan laut pasifik dan Atlantik, yang menyaingi Kanal Panama.
Meski mendapat vonis tersebut, konstitusi negara tidak membolehkan warga Nikaragua dipenjara lebih dari 30 tahun.
"Ini adalah vonis yang berlebihan, konyol dan bermuatan politik," kata pengacara Mairena, Julio Montenegro, saat konferensi pers. "Kami akan mengajukan banding ... dan mendatangi mahkamah internasional."
Hakim Edgard Altamirano memutuskan bahwa Mairena merupakan dalang dari tewasnya lima polisi selama protes di kotamadya selatan Nikaragua dan penculikan dua petugas lainnya.
Sejumlah organisasi termasuk Perseriatan Bangsa-bangsa, mengkritik "penggunaan kekuatan berlebihan" untuk mengendalikan protes dan menyalahkan pemerintahan Ortega atas sebagian besar kematian. Mantan gerilyawan sayap kiri tersebut mengatakan dirinya merupakan korban upaya kudeta.