REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sumatra Barat merupakan wilayah dengan tradisi keislaman yang cukup kuat di Indonesia. Daerah ini telah memunculkan banyak tokoh yang pengaruhnya bagi umat masih terasa sampai saat ini.
Di antara mereka adalah Prof DR Mahmud Yunus, seorang pembaru di bidang pendidikan Islam. Ulama yang pakar bahasa Arab dan tafsir Alquran ini lahir di Nagari Sungayang, Tanah Datar, pada 30 Ramadhan 1316 Hijriah (10 Februari 1899).
Anak sulung dari tujuh bersaudara ini berasal dari keluarga yang terbilang sederhana. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, sedangkan ibunya Hafsyah binti Imam Sami’un.
Walaupun bermata pencaharian sebagai petani, mereka mewarisi darah ulama. Kakek Mahmud dari garis ibu, Muhammad Thahir alias Engku Gadang, merupakan pendidik di surau setempat.
Buyutnya adalah mubaligh kharismatik, Syekh Muhammad Ali. Dai yang kerap disapa Tuanku Kolok itu punya murid bernama Syekh Sulaiman ar-Rasuli alias Inyiak Canduang (lahir 1871), yang belakangan menjadi seorang tokoh pembaharu di Minangkabau, satu generasi di atas Mahmud.
Saat Mahmud Yunus masih balita, orang tuanya berpisah. Dia pun mengikuti ibunya yang lantas menikah lagi dengan seorang pria.
Sejak berusia tujuh tahun, dasar-dasar ilmu agama diperolehnya dari pengajian surau (masjid) yang dikelola Engku Gadang. Di luar itu, dia mengenyam pendidikan formal di Sekolah Rakyat, meskipun hanya bertahan sampai kelas tiga. Alasannya keluar dari lembaga tersebut, pelajaran yang ada dinilainya terlalu repetitif.
Baca juga: Prof Mahmud Yunus, Pelopor Pendidikan Modern Islam (2)
Ketika usianya sembilan tahun, Mahmud mendaftar di madrasah surau Tanjung Pauh, Nagari Sungayang, yang dikelola HM Thaib Umar (lahir 1874). Mubaligh tersebut masyhur sebagai seorang perintis reformasi pendidikan di Minangkabau, serta pernah berguru pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lima tahun lamanya di Makkah. Untuk diketahui, pengajaran di Tanjung Pauh itu didirikannya saat usianya baru 23 tahun.
Baca juga: Prof Mahmud Yunus, Pelopor Pendidikan Modern Islam (2)