REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) akan menggelar Kongres Luar Biasa. Dalam agendanya, PSSI akan membicarakan mengenai pembentukan perangkat Komite Pemilihan dan Komite Banding Pemilihan.
Ketua Asprov PSSI Jawa Barat Tommy Apriantono menjelaskan, KLB memang harus dilaksanakan karena sudah kondisi darurat. Namun KLB harus dilaksanakan setelah pemilu dan pemilihan presiden.
"Bagaimanapun sepak bola tidak bisa lepas dari pemerintah," kata Tommy di Lapangan Sabuga, Kota Bandung, Rabu (20/2).
Dia mencontohkan bagaimana mantan Ketua Umum PSSI La Nyalla yang ketika terpilih tapi tak bisa bertugas karena pemerintah membekukan PSSI. Hingga akhirnya FIFA turut melakukan pelarangan aktivitas PSSI.
"Jadi kami harap setelah pilpres dan memang kongres itu kan dua kali 30 hari," tegasnya.
Apalagi, PSSI akan mengutus perwakilan ke Zurich, Swiss untuk meminta izin. Tentu FIFA, lanjut Tommy, tidak bisa langsung memutuskan apakah KLB bisa digelar atau tidak.
"Berarti kongres tahunan itu paling cepat Mei, belum persiapannya harus 60 hari, Juni paling cepat. Tapi kalau misalnya dari FIFA bisa boleh langsung KLB ya tetap dua bulan, setelah Pilpres nanti," paparnya.
Namun dalam persiapannya, dia tidak bisa memastikan apakah Plt Ketum PSSI, Joko Driyono akan diganti. Karena menurutnya, keputusan tersebut berada di Exco PSSI.
"Kalau melihat statuta FIFA itu tidak boleh, tapi PSSI punya statuta sendiri," kata Dosen ITB ini.
Dia memastikan PSSI harus tetap besinergi dengan pemerintah. Karena walau bagaimanapun PSSI tetap membutuhkan pemerintahan baik dalam organisasi maupun pendukung lainnya.
"Seperti kantor Asprov Jabar itu gedungnya punya (pemerintah) provinsi, kan tidak mungkin tidak dekat dengan pemerintah. Jadi harus berdekatan dan harus kerja sama," tutupnya.