REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surah az-Zariyat ayat 24-34 mengajarkan hal yang lebih umum, yakni adab memuliakan tamu. Surah golongan Makkiyah itu mengisahkan keteladanan Nabi Ibrahim AS.
Sang Kekasih Allah (Khalilullah) itu mempersilakan para tamunya masuk ke dalam rumahnya yang sederhana. Diam-diam, dia menemui keluarganya agar mempersiapkan hidangan istimewa, daging anak sapi yang gemuk, sebagai jamuan untuk mereka.
Belakangan diketahui bahwa tamu-tamu itu adalah para malaikat yang diutus Allah SWT untuk mengabarkan kelahiran Nabi Ishaq AS dan azab yang akan menimpa kaum Sodom sebagai balasan telah mengingkari dakwah Nabi Luth AS.
Adab yang diwariskan Nabi Ibrahim AS itu terus hidup di tengah bangsa Arab pra-Islam, khususnya yang berpegang pada monoteisme (tauhid). Ka’bah yang didirikannya bersama dengan Nabi Ismail AS menjadi situs sakral yang rutin dikunjungi orang-orang dari pelbagai penjuru.
Penggantian kiswah Ka'bah
Oleh karena itu, siapapun yang mengurus Baitullah tersebut akan dipandang terhormat bagi seluruh bangsa Arab. Sejak abad kelima, Qushay menguasai Makkah, sehingga berhak menangani segala urusan Ka’bah. Pasca-meninggalnya leluhur kaum Quraisy itu, wewenang tersebut diwariskan kepada putra sulungnya, Abdud Dar, kakak Abdul Manaf.
Setelah Abdul Manaf wafat, mulai terjadi ketegangan di antara para elite Quraisy. Untuk menghindari konflik, disepakatilah pembagian tugas.
Keturunan Abdul Manaf menangani penyambutan jamaah haji, sedangkan keturunan Abdud Dar memegang panji politik. Hasyim bin Abdul Manaf ditetapkan sebagai penanggung jawab logistik bagi para peziarah Ka’bah.
Setelah Hasyim wafat, kedudukan itu diteruskan oleh saudaranya, Abdul Muthalib bin Hasyim—kakek Nabi Muhammad SAW.