REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Manajemen PT Freeport Indonesia membantah rumor yang menyebutkan dalam waktu dekat akan memangkas sebagian besar karyawannya. Kabar pemangkasan itu seiring dengan akan berakhirnya operasi tambang terbuka Grasberg Tembagapura.
"Tidak ada rencana itu, tidak ada rencana mengurangi jumlah karyawan," kata Juru Bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama di Timika, Papua, Kamis (21/2).
Riza mengakui tambang terbuka Grasberg yang mulai beroperasi pada dekade 1990-an kini memasuki masa-masa akhir operasinya. Ke depan, katanya, Freeport berkonsentrasi penuh dalam pengembangan tambang bawah tanah (underground mining).
Sehubungan dengan kondisi itu, Riza mengatakan, selama dua tahun hingga 2020 produksi konsentrat yang dihasilkan tambang bawah tanah Freeport belum bisa maksimal sebagaimana produksi tambang terbuka Grasberg .
"Dalam dua tahun ke depan memang ada transisi di mana tambang bawah tanah itu belum maksimal mencapai produksinya. Setelah itu kita harapkan produksinya akan naik terus. Makanya dalam dua tahun ini kami mengutamakan untuk pengiriman konsentrat ke pabrik smelter di Gresik," jelas Riza.
Hal itu, katanya, juga akan berdampak kepada pendapatan yang diterima PT Freeport. Akibatnya juga berimbas kepada jumlah kucuran dana kemitraan untuk menunjang program pengembangan masyarakat lokal di sekitar area tambang di Kabupaten Mimika.
"Tentu akan berdampak kepada gross revenue kita. Dana satu persen (dana kemitraan) itu juga besarannya juga bergantung pada pendapatan PT Freeport. Kami berharap proses transisi ini paling lambat dalam waktu tiga tahun ke depan sudah bisa berkembang lagi produksinya," jelasnya.
PT Freeport kini merencanakan akan mengoperasikan kereta tambang bawah tanah untuk menunjang operasi tambang masa depannya. PT Freeport masih menunggu persetujuan dari Pemprov Papua untuk segera mengoperasikan kereta tambang bawah tanah tersebut.
Selain itu, Freeport juga diberikan waktu selama lima tahun oleh pemerintah untuk menyelesaikan pembangunan pabrik smelter di Gresik, Jawa Timur, yang nantinya berkapasitas dua juta dry metric ton (dmt) konsentrat Cu per tahun dan kapasitas "output" 460.000 katoda tembaga.
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan perusahaannya telah menyiapkan investasi sekitar 2,6 miliar dolar AS atau Rp36,4 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp14 ribu per dolar AS, untuk menyelesaikan pembangunan pabrik pengolahan hasil tambang itu.