REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan, warga negara AS yang telah bergabung ke dalam kelompok ISIS tidak akan diizinkan untuk kembali ke tempat asalnya.
Dalam akun Twitter-nya, Trump menginstruksikan kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo agar tidak mengizinkan Hoda Muthana kembali ke negeri Paman Sam.
Muthana yang tumbuh di Alabama telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok ISIS, ketika dia berusia 20 tahun. Kepergian Muthana tidak diketahui oleh keluarganya. Saat itu Muthana memberi tahu orang tuanya, bahwa dia akan menghadiri acara kampus di Turki.
Belum lama ini, Presiden Trump mengatakan kepada Inggris dan negara-negara Eropa, agar dapat menerima kembali warga negara mereka yang sebelumnya bergabung dengan kelompok ISIS.
Pengacara keluarga Muthana, Hassan Shibly mengatakan, pernyataan Trump tersebut sangat tidak masuk akal dan telah mempermainkan warga negaranya sendiri.
"Tidak masuk akal bahwa Trump meminta negara-negara Eropa untuk menerima kembali warganya, dan sekarang mencoba untuk mempermainkan warga Amerika. Pemerintahan Trump telah melakukan kesalahan karena mencabut hak warga negara dari kewarganegaraan mereka," ujar Shibly kepda ABC News, Kamis (21/2).
Donald Trump
Shibly menegaskan, Hoda Muthana memiliki paspor AS dan warga negara yang sah. Dia lahir di Hackensack pada Oktober 1994, beberapa bulan setelah ayahnya pensiun menjadi diplomat. Shibly mengatakan, kliennya menginginkan proses hukum dan bersedia masuk penjara jika terbukti bersalah.
"Kita tidak bisa sampai pada titik di mana kita hanya melepaskan kewarganegaraan dari mereka yang melanggar hukum. Amerika tidak seperti itu," ujar Shibly.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, Muthana bukan warga negara AS dan tidak memiliki bukti kewarganegaraan yang sah. Secara tegas Pompeo menyatakan, Muthana tidak akan diterima lagi di AS.
"Muthana tidak memiliki dasar hukum, tidak punya paspor AS yang sah, dan tidak mempunyai hak untuk paspor atau visa untuk bepergian ke AS. Hoda Muthana bukan warga negara AS, dan tidak akan diterima di AS," ujar Pompeo.
Sebelumnya Muthana mengatakan, sebelum berangkat ke Turki dia telah mengajukan aplikasi pembuatan paspor AS. New York Times melaporkan, setelah tiba di Suriah, Muthana mengunggah foto di Twitter bersama tiga perempuan lainnya yang membakar paspor mereka.
Selain itu, dalam postingan di sosial media, Muthana sempat mendesak para militan ISIS untuk membunuh warga negara AS. Para analis mengatakan, Pemerintah AS melarang Muthana kembali karena ayahnya seorang diplomat Yaman. Anak-anak yang lahir di AS dari diplomat asing tidak secara otomatis dianggap sebagai warga negara AS, karena mereka tidak berada di bawah yuridiksi AS.
Muthana memiliki seorang putra berusia 18 bulan. Dia mengatakan sangat menyesal bergabung dengan kelompok ISIS, dan telah meminta maaf atas semua unggahannya di media sosial. Dalam sebuah wawancara dengan ABC News, dia berharap Pemerintah AS dapat menerimanya kembali.
"Saya harap Amerika tidak berpikir bahwa saya ancaman bagi mereka, saya berharap mereka dapat menerima saya. Saya hanyalah manusia normal yang telah dimanipulasi, dan saya tidak akan mengulanginya lagi," kata Muthana.