REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keberagaman dalam gelaran Bogor Street Festival Cap Go Meh (BSF CGM) tidak hanya ditunjukan lewat kesenian dan kebudayaan. Nuansa pluralitas sangat kental terasa ketika doa tokoh lintas agama menggema di tengah-tengah warga.
Sebelum helatan pesta rakyat tersebut dimulai di Jalan Suryakencana, Selasa (19/2), acara diisi doa oleh enam pemuka agama. Perwakilan Islam oleh Habib Novel, Katolik Romo Endro, Protestan Pendeta Darwin, Buddha Bhikkhu Badra Silo, Hindu Pinandita I Made Sute, dan Konghucu JS Urip Saputra.
Meski berbeda keyakinan, tampak semua pemuka agama kompak untuk mengajak semua mensyukuri nikmat dan anugerah kebersamaan dalam keberagaman yang diberikan Tuhan kepada masyarakat Kota Bogor.
Keberagaman kepercayaan di Indonesia adalah satu kenyataan yang tidak bisa dihindari. Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya. Hal ini juga sudah disadari sepenuhnya oleh para founding fathers, dengan menetapkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai dasar falsafah serta lambang negara.
Habib Novel dalam doanya meminta kepada Allah SWT agar warga Kota Bogor dan rakyat Indonesia secara umum, harus saling mencintai dan menyayangi, menghormati serta menghargai tanpa melihat latar belakang.
“Menjauhi rasa benci agar terhindar dari permusuhan dan perpecahan menuju Indonesia yang penuh kedamaian dan rasa aman,” ujar Habib Novel dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (21/2).
Doa kemudian dilanjutkan Romo Endro. Ia mengajak masyarakat bersyukur atas pemberian anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa berupa kedamaian dan kerukunan di tengah keberagaman.
Dirinya memohon agar para pemimpin diberi kesadaran bahwa pangkat, jabatan, kekuasaan, dan kekayaan merupakan amanah yang berasal dari Tuhan yang pada waktunya harus dikembalikan.
“Pemimpin hadir untuk melayani bukan untuk dilayani, mengabdi untuk kesejahteraan rakyatnya,” kata Romo Endro sambil berdoa semoga perhelatan pesta demokrasi pada April 2019 mendatang berjalan dengan baik, damai, aman, lancar dan sukses, dihindari dari kegaduhan.
Lalu, Pendeta Darwin dalam doanya menyebutkan, bangsa Indonesia harus bersyukur karena telah dianugerahkan Pancasila sebagai dasar dalam menjalankan hidup bermasyarakat dan bernegara. Semua rakyat Indonesia berketuhanan, tetapi boleh menjalankan berketuhanan dengan berkebudayaan.
“Kami tidak ingin iman yang dimiliki menjadi alat untuk memecah belah, melainkan menjadi pemersatu,” ujar Pendeta Darwin.
Senada dengan Pendeta Darwin, Pinandhita I Made Sute dari Hindu dalam doa berharap agar kegiatan BSF CGM menjadi tonggak yang membangkitkan semangat semua, untuk senantiasa tajam dalam kesadaran, kecerdasan, tindakan hukum, sehingga terwujud hukum yang tegas dan adil serta senantiasa kokoh di relnya dalam menghadapi dan menjalankan semuanya.
JS Urip Saputra, dari Khonghucu, berdoa agar semua rakyat Indonesia menjadi insan yang selalu membina diri dan menjunjung tinggi kebenaran, mengamalkan kebajikan. Selain itu dirinya berharap agar BSF CGM mampu memupuk rasa persaudaraan semua rakyat Indonesia. “Juga memupuk nilai-nilai kerukunan dan persatuan serta menjadikan insan yang berbudi luhur senantiasa harmonis dalam perbedaan,” ungkapnya.
Terakhir, Bhikkhu Badra Silo mengajak semua untuk memelihara dan melestarikan alam yang dianugerahkan agar tercipta keseimbangan, kedamaian dan timbul rasa kasih sayang, saling mencintai dan menghargai.