REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus mafia bola kepada Polri, melalui Satgas Antimafia Bola. Meski begitu, Presiden berpesan agar pengusutan kasus mafia sepak bola dilakukan hingga tuntas. Jokowi tidak ingin prestasi sepak bola Tanah Air dinodai dengan praktik kotor pengaturan skor.
"Kalau saya ya, selesaikan sampai tuntas agar bola kita betul bersih, yang juara betul juara. Jangan sampai juara-juara ternyata banyak pengaturan skor itu. Saya kira dituntaskanlah sampai rampung," kata Jokowi di Pasar Minggu, Jumat (22/2).
Satu per satu tersangka kasus mafia bola mulai bermunculan. Terbaru, publik menunggu menunggu hasil pemeriksaan lanjutan Plt Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono (Jokdri). Juru Bicara Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, Satgas Antimafia Bola memeriksa Jokdri di Polda Metro Jaya Jakarta pada Kamis (21/2) dan berakhir Jumat.
Dedi menyampaikan, hasil pemeriksaan lanjutan terhadap Jokdri masih memastikan keterlibatan sejumlah nama dalam kasus yang saat ini ditangani oleh satgas. Tim bentukan Mabes Polri tersebut mengantongi sejumlah nama baru yang berpotensi menjadi tersangka.
Satgas sudah menetapkan Jokdri sebagai tersangka pada Kamis (14/2). Jokdri pun dicekal ke luar negeri selama 20 hari sejak Jumat (14/2) agar tak melarikan diri. Satgas menuduh Jokdri menjadi aktor utama pencurian, pengrusakan, dan penghilangan barang bukti mafia sepak bola saat penggeledahan di PT Liga Indonesia (LI), Jumat (1/2).
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Senin (18/2), satgas memeriksa Jokdri. Juru Bicara Satgas Anti Mafia Bola, Kombes Pol Argo Yuwono, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (19/2) mengungkapkan, Jokdri mengakui memberikan perintah kepada tiga orang suruhannya untuk menghancurkan barang bukti, yaitu sejumlah CCTV dan dokumen keuangan.
Jokdri menjadi tersangka terbaru selama 46 hari pembentukan satgas oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Selain Jokdri, satgas sudah menetapkan 11 tersangka yang terlibat dalam pengaturan dan manipulasi pertandingan. Tujuh di antaranya dalam tahanan di Polda Metro Jaya. Sebagian besar adalah petinggi dan staf PSSI.